TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan komunitas KRL Mania menolak rencana penghapusan tiket harian di 10 stasiun KRL di Jabodetabek. Mereka menyampaikan beberapa usulan kepada PT Commuter Line Indonesia (KCI) selaku pengelola KRL.
"Meminta dengan sangat agar KCI tetap memberlakukan tiket yang berlaku jangka pendek atau harian. Oleh karena itu, harus ada effort dari operator untuk menyediakan uang kembalian sebagai antisipasi pengguna yang menarik sisa dana," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi secara tertulis, Senin, 22 Maret 2021.
Menurut Tulus, operator mesti solutif dan adaptif. Sikap itu tak boleh hanya dibebankan kepada konsumen. Dia berujar, operator harusnya tak hanya melihat dari sisi kemudahan mereka saja dalam membuat kebijakan.
"Di negara-negara yang sistemnya sudah lebih baik pun, tiket eceran tetap ada. Misalnya di Singapura, untuk tiket MRT kita bisa memilih tiket jangka pendek yang berlaku beberapa hari saja," ujar Tulus.
Tulus menilai harga kartu KMT (Kartu Multi Trip) Rp 30 ribu dan harga jaminan THB (Tiket Harian Berjaminan) Rp 10 ribu tergolong mahal, jika dibandingkan kartu di Singapura yang hanya beberapa sen saja. Menurut dia, harga asli kartu KMT dan THB juga tidak semahal itu.
"Patut diduga KCI sengaja mendapatkan penghasilan dari jualan kartu, padahal core business-nya adalah menjual jasa transportasi. Tidak etis jika menangguk pendapatan dari dengan bisnis kartu," ucap Tulus.
Baca juga: 10 Stasiun KRL Ini Tak Lagi Layani Pembelian Tiket Harian Mulai 25 Maret
Sebelumnya, PT Commuter Line Indonesia (KCI) menyatakan bakal mewajibkan penggunaan KMP atau kartu uang elektronik bank di 10 stasiun KRL per 25 Maret 2021. Stasiun itu meliputi Bojonggede, Citayam, Depok Baru, Depok, Kranji, Bekasi, Jakarta Kota, Tanang Abang, Angke dan Parung Panjang.