Jakarta - Seorang pemilik rumah mewah di Jalan Pinang Raya, Cilandak, Jakarta Selatan, LS, diduga menjadi korban penipuan kelompok mafia tanah. Kehilangan rumah mewahnya, ia rugi Rp 30 miliar.
Kasus penipuan ini berawal saat korban akan meminjam uang sejumlah Rp 9 miliar pada awal 2020 kepada seseorang. LS mengagunkan rumahnya. "Pada waktu dia pinjam, ternyata bukan perjanjian utang piutang yang diberikan, tapi PPBJ (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) dan akta kuasa jual," kata penasihat hukum LS, Anang Yuliardi Chaidir, di Polda Metro Jaya, Kamis, 8 April 2021.
Baca: Kasus Warga Korea Selatan Buronan Interpol: Ditahan di Mabes Polri
Korban yang curiga sempat menolak PPBJ itu, karena ia hanya ingin menjaminkan rumahnya, bukan menjual. Namun terduga pelaku dengan lihai meyakinkan korban bahwa hal ini merupakan proses normal dalam peminjaman uang.
"Enggak apa-apa, ini buat persyaratan saja, nanti kalau gagal bayar, kita jual sama-sama aset ini. Seperti itu lah pelaku ini meyakinkannya," ujar Anang.
Korban yang saat itu kepepet dan membutuhkan uang cash sesegera mungkin, akhirnya setuju dengan sistem PPJB. LS awalnya hanya ingin meminjam uang sejumlah Rp 6 miliar saja, tapi pelaku membujuknya untuk menaikan jumlah pinjaman menjadi Rp 12 miliar.
Setelah setuju dengan jumlah itu dan dipotong bunga di awal, jumlah uang pinjaman yang korban terima sebesar Rp 9 miliar. Sebelum uang diterima, pelaku juga meminta LS menandatangani surat Kuasa Mutlak atas rumah itu. Korban yang tak begitu mengerti hukum, tak sadar bahwa surat kuasa itu membuat pelaku dapat leluasa mengelola aset rumahnya.
"Korban sudah sempat membayar angsuran empat kali. Lalu ketika korban sudah mulai gagal bayar, pelaku bersama notaris membuat akta jual beli berdasarkan Kuasa Mutlak itu," ujar Anang.
Berbekal surat itu, pelaku membalik nama sertifikat kepemilikan rumah mewah LS. Ia juga kemudian menjual rumah itu kepada seseorang dengan harga Rp 9 miliar tanpa persetujuan LS.
"Padahal harga rumah itu sesuai NJOP Rp 30 miliar. Kalau korban jual, dia bisa mengembalikan pinjaman itu," ujar Anang
Usai menjual rumah pada akhir 2020, pelaku menyewa beberapa preman untuk mengusir LS beserta penghuni rumah mewah lainnya. Mereka dipaksa meninggalkan rumah tanpa diperbolehkan membawa barang apapun di rumah itu.
Padahal, menurut LS, saat itu ada 10 orang yang indekos di rumahnya. Mereka juga turut menjadi korban karena barang-barangnya harus ditinggalkan.
Atas dugaan mafia tanah ini, LS bersama kuasa hukumnya melapor ke Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya atas dugaan penipuan, penggelapan, penyerobotan tanah, dan pemalsuan akta otentik. Tuduhannya melanggar Pasal 378 KUHP, 372 KUHP, dan atau 385 KUHP tentang TPPU.
Laporan diterima polisi tanggal Kamis, 8 April 2021. Kasus penipuan ini masih dalam proses penyelidikan.