TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD DKI Jakarta, Purwanto, mempertanyakan konsekuensi hukum atas perubahan nomenklatur Dharma Jaya dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda). Sebab, menurut dia, perubahan ini akan membuat pemerintah DKI tak lagi memiliki kekuatan dalam menentukan harga komoditas daging.
"Implikasinya adalah dimonopoli di DKI dan harga yang tidak lagi ditentukan sendiri, termasuk harga pemotongan," kata dia dalam rapat Bapemperda DPRD DKI secara virtual, Selasa, 13 April 2021.
Sebelumnya, Dharma Jaya mengajukan perubahan status hukum dari PD menjadi Perumda. Bapemperda DPRD DKI menindaklanjuti pengajuan itu dengan kembali menggelar rapat dengar pendapat terhadap Rancangan Peraturan Daerah DKI tentang Perumda Dharma Jaya.
Menurut Purwanto, berubahnya nomenklatur Dharma Jaya menjadi Perumda hanya membuat pemerintah provinsi atau Pemprov DKI memiliki saham sebanyak 51 persen. Berbeda dengan nomenklatur PD yang mana pemerintah DKI menjadi pemegang saham tunggal.
Padahal, selama ini Dharma Jaya menjadi pemegang kendali yang menentukan pasokan serta harga beberapa kebutuhan bahan pokok. Purwanto lantas mempertanyakan apakah pemerintah DKI telah melakukan uji tuntas atau due diligence terhadap rencana perubahan tersebut.
"Dikhawatirkan adanya dominasi dan kondisi yang tidak common untuk dilakukan perubahan saat ini," ujar anggota Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD ini.
Perwakilan Badan Pembinaan (BP) BUMD DKI memaparkan perubahan nomenklatur ini tak mengubah status Dharma Jaya sebagai perusahaan milik daerah. Untuk itu, saham Dharma Jaya tetap 100 persen milik Ibu Kota. Usulan perubahan status Dharma Jaya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD.
Baca juga: Saham Bir Milik Pemprov DKI Mau Dijual? DPRD DKI: Sebagian Warga Setuju