TEMPO.CO, Jakarta - Sudah tahukah bagaimana cara kerja polisi siber atau polisi virtual itu? Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri secara resmi telah meluncurkan polisi virtual untuk mencegah dan mengurangi tindak pidana pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE dalam dunia siber di Indonesia, pada Kamis, 25 Februari 2021 lalu. Peluncuran tersebut berdasarkan Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.
Banyak pro dan kontra mengenai hadirnya polisi virtual ini. Polisi dunia maya dikhawatirkan akan mempengaruhi kebebasan pengguna Internet dalam berekspresi. Kritikan datang dari peneliti The Indonesian Institute Center for Public Policy Research Rifqi Rachman, pihaknya menilai kehadiran Polisi Virtual akan mempersempit kebebasan warga di dunia maya. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono memastikan kepolisian tidak bermaksud mengekang kebebasan masyarakat di ruang digital dengan kehadiran polisi virtual.
Argo Yuwono menyatakan Polisi Virtual dimaksudkan untuk mencegah tindak pidana UU ITE. Kehadiran polisi di ruang digital tersebut merupakan upaya Deputi V Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat atau Kamtibmas agar dunia siber dapat berjalan dengan bersih, sehat dan produktif. Selain itu juga untuk mengurangi konten-konten hoaks di media sosial, sehingga masyarakat pengguna internet juga lebih berhati-hati.
“Melalui Virtual Police, kepolisian memberikan edukasi dan pemberitahuan bahwa apa yang ditulis ada melanggar pidana, mohon jangan ditulis kembali dan dihapus,” kata Argo Yuwono kepada awak media di Mabes Polri, Jakarta, Rabu, 24 Februari 2021.
Terlepas dari problem tersebut, lalu bagaimana cara kerja tim polisi siber ini? Menurut Argo Yuwono, nantinya tim Polisi Virtual akan melakukan patroli siber di media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram serta WhatsApp untuk mengawasi akun-akun yang terindikasi mengandung konten hoaks dan hasutan di berbagai platform tersebut. Selain itu pengguna media sosial juga dapat melaporkan tindakan UU ITE tersebut melalui laman resmi Patroli Siber di patrolisiber.id.
Saat ditemukan adanya akun yang terindikasi melakukan pelanggaran UU ITE, setelah melakukan kajian bersama ahli dan memang terindikasi adanya pelanggaran, nantinya tim patroli siber akan memberikan peringatan kepada akun tersebut melalui pesan atau direct message. Adapun sejumlah ahli yang dilibatkan dalam kajian tersebut yakni ahli bahasa, ahli pidana, serta ahli ITE. Upaya melibatkan sejumlah ahli tersebut untuk mengurangi subjektivitas polisi saat menindak akun yang terindikasi memuat konten yang melanggar UU ITE.
Dalam peringatan tersebut berisi pesan agar pemilik akun menghapus konten yang berpotensi melanggar pidana dalam waktu 1x24. Jika pemilik akun mengabaikan peringatan tersebut, tim polisi siber ini akan kembali mengirimkan peringatan untuk kedua kalinya dan apabila masih tidak mengindahkan, maka pemilik akun akan dipanggil untuk diklarifikasi. Namun, tidak semua pelanggaran di dunia maya yang terjaring patroli siber berakhir pada tindakan pidana, polisi virtual mengupayakan lebih mengedepankan mediasi dan restorative justice.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: Siber Polri badge Award Hanya Diberikan ke Laporan yang Terverifikasi