Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyesalkan tindakan polisi yang menangkapi mahasiswa dan aktivis saat peringatan Hari Buruh, Sabtu, 1 Mei 2021. "Kami menyesalkan tindakan aparat kepolisian yang kembali melakukan penggunaan kekuatan berlebihan terhadap pengunjuk rasa damai yang sedang menggunakan hak mereka untuk berserikat dan berkumpul," kata Usman melalui pernyataan tertulisnya, Ahad, 2 Mei 2021.
Penangkapan dan penahanan terhadap aktivis dan mahasiswa terjadi di sejumlah wilayah seperti Medan hingga Jakarta. Usman mendesak polisi membebaskan segera semua mahasiswa dan pengunjuk rasa damai lainnya yang ditangkap tanpa alasan yang sah.
"Mereka hanya memperingati Hari Buruh dan menyuarakan kesejahteraan mereka. Masih banyak dari mereka yang ditahan.”
Penangkapan dan penahanan, kata Usman Hamid, harus dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan hukum dan tidak boleh digunakan sebagai sarana untuk mencegah partisipasi damai dalam aksi atau sebagai hukuman untuk hak atas kebebasan berkumpul.
Di Medan, Sumatera Utara, sekelompok orang yang tergabung dalam Rakyat Melawan Hancurkan Tirani yang terdiri dari beberapa organisasi mahasiswa lintas kampus, mengadakan memperingati Hari Buruh.
Mereka melakukan longmarch dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara-Simpang Dr.Mansyur -Simpang Siti Hajar – hingga Simpang Juanda. Di setiap simpang, massa aksi melakukan orasi politik untuk menyampaikan aspirasi tentang penindasan yang dialami oleh buruh saat ini.
Menurut informasi yang diterima Amnesty, saat menuju simpang Juanda, salah satu pengunjuk rasa bernama Afif ditangkap oleh polisi ketika mengikat tali sepatunya. Melihat penangkapan itu, massa aksi bersama-sama menarik Afif.
"Namun beberapa orang yang menolong Afif malah ikut ditahan." Hingga hari ini, masih ada belasan orang yang masih ditahan di Polrestabes Medan.
Di Jakarta, penangkapan terhadap sejumlah mahasiswa yang menjadi pengunjuk rasa damai juga terjadi. Sebelum penangkapan, massa aksi dipecah oleh polisi berdasarkan kelompoknya. Mahasiswa dan buruh dipisahkan barikade polisi.
Dua di antara mahasiswa yang sempat ditangkap adalah Chaerul Anwar dan Suandira Azra Badrianan adalah anggota pers mahasiswa LPM Marhaen Universitas Bung Karno, Jakarta Pusat. Padahal mereka telah menunjukan kartu pengenal Pers dan PDL LPM Marhaen.
Polisi menarik mereka ke barisan mahasiswa dan kemudian mengangkut mereka ke mobil tahanan. Berdasarkan informasi dari YLBHI yang menjadi pendamping hukum para pengunjuk rasa di Jakarta, keduanya berada di antara belasan mahasiswa lain yang ikut ditangkap dengan alasan yang diizinkan berunjuk rasa hanyalah para buruh.
"Saat ini, sebagian besar pengunjuk rasa di Jakarta yang sempat ditangkap telah dibebaskan," kata Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia.
Baca: Amnesty Internasional Indonesia Tolak Vonis Mati Teroris Kerusuhan Mako Brimob