Jakarta - Dalam sidang Rizieq Shihab dalam perkara berita bohong tentang Covid-19, jaksa penuntut umum Nanang Gunaryanto cs, menghadirkan saksi ahli sosiologi hukum dari Universitas Trisakti, yaitu Trubus Rahadiansyah. Jaksa menanyakan sebuah contoh kasus.
"Misalnya saya sakit. Saya kan tahu saya sakit apa, lalu saya publikasikan ke orang bahwa saya tidak sakit, saya sehat-sehat saja. Kenapa harus ditanya? Karena ada faktor penyebab kenapa saya umumkan? Apakah itu melanggar norma, bagian hoaks, memanipulasi fakta?" Jaksa mencecar ahli di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu, 5 Mei 2021.
Trubus menjawab. "Itu berarti menyampaikan suatu informasi yang tidak sesuai fakta," kata dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu. Hal itu bisa saja untuk tujuan rekayasa, ada yang ditutupi, atau disembunyikan.
"Kalau itu yang terjadi, kategorinya bohong. Bohong itu sudah menjadi pelanggaran hukum, mengakibatkan hukum. Nah, itu ada pidananya," ujar Trubus.
Jaksa melanjutkan pertanyaannya dengan mengaitkan kejadian itu dengan Pasal 14 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal itu salah satu yang didakwakan kepada Rizieq.
"Karena keterangan saya diketahui orang, karena saya sakit, ada orang lain mengetahui, lalu ada yang keberatan, apakah itu melanggar norma, apalah itu bagian dari pasal Pasal 14 ayat 1. Karena ada yang keberatan?" Jaksa bertanya.
Trubus menjawab, "Itu semua baik yang kategorinya protes maupun menerima berita itu, atau yang menyatakan keberatan atau bersaksi bahwa itu bohong adalah bagian dari proses, fakta-fakta itu menguat. Artinya bahwa fakta itu betul, maka kemudian di situlah persoalan Pasal 14 ayat 1 terpenuhi."
Dalam perkara Rizieq, Rumah Sakit Ummi Bogor dan Mer-C ini, para terdakwa didakwa melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat. Kebohongan yang dimaksud adalah hasil tes PCR terhadap Rizieq Shihab.
Rizieq Shihab dan terdakwa lainnya diduga tak menyampaikan informasi tentang hasil tes PCR itu secara apa adanya kepada publik. Atas info itu, sejumlah aksi massa muncul di tengah situasi pandemi. Seperti dicontohkan dalam dakwaan adalah aksi oleh Forum Masyarakat Padjajaran Bersatu (FMPB) pada 30 November 2020 dan dari Aliansi BEM se-Bogor pada 4 Desember 2020.
Baca: Berita Terpopuler Metro: Sidang Rizieq Shihab dan Viral Kurir Ditodong Pistol