TEMPO.CO, Jakarta - Hasil survei Pos Pengaduan Tunjangan Hari Raya (THR) menunjukkan 1.338 buruh di Jakarta dan Kabupaten Semarang terima THR dicicil. Pos pengaduan THR ini dibentuk oleh LBH Jakarta bersama YLBHI, PSHK, KPBI, dan FSPBI.
Selain THR dicicil, pos pengaduan THR itu juga mencatat masih banyak permasalahan dalam penyaluran hak buruh tersebut.
Dian Septi Trisnanti, perwakilan buruh dari Federasi Serikat Pekerja Bandara Indonesia (FSPBI) mengatakan 1.338 buruh yang menerima THR dicicil itu berasal dari tiga perusahaan di bidang manufaktur dan jasa pariwisata. Bahkan ada buruh dari 1 perusahaan manufaktur yang tidak mendapatkan THR penuh.
Menurut Dian, hasil survei sementara sejak 29 April 2021 menunjukkan 52 persen dari 123 responden menyatakan THR mereka tak dipenuhi sesuai dengan ketentuan Menteri Tenaga Kerja.
“Responden dalam survei ini berasal dari 50 perusahaan dengan 19 sektor usaha ditambah Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang berlokasi di 22 kabupaten/kota di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara,” ujar Dian dalam konferensi pers secara daring pada Rabu, 12 April 2021.
Sebanyak 13,28 persen responden menyatakan besaran THR dibayarkan sesuai ketentuan, namun dicicil. Selanjutnya, 15,4 persen menyebut THR mereka tak dicicil, namun besarannya dikurangi dari seharusnya.
Ada pula 3,3 persen responden yang menyatakan THR mereka dibayarkan secara dicicil serta besarannya kurang dari ketentuan. “2,4 persen responden menyebut THR-nya hanya berupa bingkisan, dan 17,1 persen tak mendapat THR,” ujar Dian.
Hal tersebut bertentangan dengan SE Menaker, yaitu perusahaan dapat menyicil pembayaran THR dengan menunjukkan kinerja keuangannya, namun tanpa mengurangi besarannya jika diakumulasi.
Menurut Dian, 93,75 persen pekerja yang mengalami pelanggaran pemenuhan THR menyatakan tidak pernah memberikan persetujuan kepada perusahaan untuk mengurangi haknya. Sedangkan 92,2 persen menyatakan tak pernah mengetahui laporan keuangan perusahaan.
Pos pengaduan itu juga mencatat ada 14 buruh dari perusahaan manufaktur di Jakarta yang tak mendapat THR lantaran mengalami pemutusan hubungan kerja sepihak. “Sebanyak 907 buruh manufaktur dan transportasi, yaitu sopir dan tenaga kerja bongkar muat di Jakarta, tidak mendapatkan THR penuh dan sebagian diantaranya tidak dibayarkan,” ujar Dian.
Baca juga: Pengaduan THR Kabupaten Tangerang: 40 Persen Tidak Dibayarkan