Ini juga dinilai sejumlah kalangan menimbulkan masalah baru, yakni jauh dan lama jarak tempuh. Apalagi bila jarak itu diwarnai kepadatan dan kemacetan lalulintas.
Tak jarang hal itu menyebabkan waktu tempuh lebih lama, apalagi bila naik kendaraan umum seperti angkutan kota (angkot) atau bus umum. Dampak lainnya adalah rasa lelah ketika sampai sekolah.
Sepeda motor
Selain harus antar-jemput pada jarak jauh, sebagian orang tua melepas begitu saja anaknya pulang-pergi ke sekolah dengan kendaraan sendiri. Sepeda motor menjadi andalan.
Tetapi risikonya juga tak kalah berat yakni dari potensi kecelakaan hingga pelanggaran aturan lalulintas. Yang pasti, penggunaan sepeda motor oleh kalangan pelajar adalah strategi untuk menyiasati jauhnya jarak tempuh dengan rumahnya.
Petugas melayani orang tua siswa di posko PPDB di SMA Negeri 70 Jakarta, Rabu, 8 Juli 2020. PPDB di DKI Jakarta sempat kisruh karena adanya kebijakan prioritas zonasi berdasarkan umur siswa. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Padahal penggunaan kendaraan termasuk sepeda motor untuk ke sekolah adalah pelanggaran Undang-Undang tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Hal itu karena pelajar umumnya belum berhak memiliki surat izin mengemudi (SIM), kecuali yang telah berumur 17 tahun ke atas dan punya SIM.
Fenomena pelajar naik sepeda motor telah terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.
Kepolisian pun sering melakukan razia, di samping menyampaikan imbauan kepada orang tua agar tidak mengizinkan anaknya naik motor ke sekolah, kecuali telah punya SIM.
Namun pelajar juga punya siasat. Saat ada periode operasi penertiban, maka ke sekolah diantar orang tuanya atau lewat "jalur-jalur tikus".