TEMPO.CO, Jakarta - Penangkapan puluhan orang dalam perkara premanisme dan pungli di Pelabuhan Tanjung Priok membuat sopir truk kontainer lega.
"Biasanya kita ngasih Rp 2.000 di pos Satpam, terus Rp 2.000 lagi pas survei," kata seorang sopir, sebut saja Wawan, saat ditemui Tempo di kawasan pelabuhan peti kemas Tanjung Priok.
Wawan mengatakan, sejak Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberantas premanisme di pelabuhan, ia tak mendapati lagi petugas depo yang meminta pungli.
Sebelumnya Presiden Jokowi menerima keluhan para sopir truk kontainer soal premanisme dan pungli di kawasan pelabuhan Tanjung Priok. Jokowi kemudian menelepon Kapolri Listyo dan meminta menuntaskan masalah tersebut.
Tak sampai 24 jam, polisi membekuk 49 orang yang ditengarai telah melakukan premanisme dan pungli di kawasan tersebut.
"Pungli yang dilakukan oleh para karyawan juga para preman yang ada di jalanan, sehingga menghambat truk kontainer untuk mengangkat barang," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus di Polres Metro Jakarta Utara, Jumat, 11 Juni 2021.
Mereka, kata Yusri, antara lain diciduk dari pelabuhan milik PT DKM, PT GFC, serta dari pelabuhan JICT. Yusri mengatakan para pelaku mengambil pungutan liar dari lima pos yang ada di pelabuhan, antara lain pintu masuk, tempat pencucian truk, hingga pelabuhan tempat bongkar muat.
"Jumlah punglinya mulai dari Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10 ribu sampai dengan Rp 20 ribu," "ujar Yusri.
Tempo yang mengikuti perjalanan Wawan di dalam truk kontainer itu mendapat cerita yang sama soal jumlah tarikan pungli di pelabuhan itu.
"Kadang Rp 5 ribu, kadang Rp 10 ribu. Kalau mau dapat kontainer yang bagus, ya Rp 10 ribu," kata Wawan.
Ia mengatakan, pungli itu memang tidak dipaksakan. Namun menurut dia, semua sopir pasti bakal memberikan uang kepada petugas depo. Jika tak memberi uang, pelayanan bongkar muat akan sangat lambat. "Serba salah kita jadinya," kata pria asal Bogor itu.
YUSUF MANURUNG/JULNIS