TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Komisi C Bidang Keuangan DPRD DKI Jakarta, Yusuf, mengatakan realisasi pajak DKI baru 23 persen dari target Rp 43,37 triliun pada triwulan II tahun ini. Menurut dia, pemerintah DKI terlambat menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
"Kemarin ada kendala tentang kenaikan zonasi Nilai Jual Obyek Pajak, sehingga agak terlambat sedikit," kata dia saat dihubungi, Selasa malam, 15 Juni 2021.
Menurut Yusuf, SPT Pajak Bumi dan Bangunan seharusnya diterbitkan pada Januari atau Februari 2021. Dengan begitu, masyarakat dapat segera membayar pajak. Target pendapatan asli daerah dari pajak pun bisa terkejar.
Di tengah pandemi Covid-19 ini, pajak yang potensial didongkrak adalah PBB. "Kami menggenjot PBB," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Sebelumnya, realisasi pajak DKI sebesar Rp 5,5 triliun dari target per 31 Maret 2021. Target pajak senilai Rp 43,37 triliun tertuang dalam APBD DKI 2021.
Rendahnya realisasi pajak ini, kata Yusuf, disebabkan keuangan pemerintah daerah yang masih terkontraksi akibat pandemi Covid-19.
Komponen pajak itu terdiri dari pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB), pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBB-KB), pajak air tanah , pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan.
Berikutnya pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir, bea perolehan hak atas tanah bangunan (BPHTB), pajak rokok, dan pajak bumi bangunan pedesaan perkotaan (PBB-P2).
Baca: Hindari Pungli, Pilih Perpanjangan SIM dan Pajak Kendaraan Via Aplikasi