TEMPO.CO, Jakarta -Jalur sepeda, tiba-tiba menjadi salah satu isu yang hangat diperbincangkan di publik. Bahkan, polemik jalur sepedadipicu dari ruang rapat kerja anggota DPR.
Adalah Wakil Ketua Ketua Komisi Hukum DPR Ahmad Saroni yang meminta jalur seoeda di sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin Jakarta untuk dibongkar. Alasan anggota DPR dari Partai Nasdem itu, jalur sepeda justru menimbulkan diskriminasi antara pesepeda sepeda lipat dan pesepeda road bike.
Permintaan Sahroni itu disampaikan kepada Kapolri. Dan Kapolri pun menyetujui. Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan akan segera membongkar jalur sepeda di sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin. Kapolri mengatakan akan melakukan studi banding ke sejumlah negara lain sebelum membongkar jalur sepeda.
Lalu bagaimana negara-negara di belahan dunia menerapkan jalur sepeda? Tempo merangkum dari berbagai sumber, berikut ulasannya;
1. Belanda
Belanda adalah surga bagi pengguna sepeda, begitulah sebutan populer untuk negeri kincir angin ini. Hal ini bukan tanpa sebab, setiap harinya setengah dari populasi pekerja di ibu kota Belanda menggunakan sepeda untuk bepergian.
Pada rentang 1950 hingga 1970, jumlah mobil di Belanda meledak menjadi 2.5 juta unit dari sebelumnya hanya sekitar 100 ribuan kendaraan. Hal tersebut berdampak pada penurunan jumlah pengguna sepeda di Amsterdam dari 80 persen anjlok menjadi 20 persen.
Pemerintah Amsterdam kemudian membuat kebijakan dengan merancang zona khusus yang mengharuskan pengguna mobil, pengendara sepeda dan pejalan kaki berbagi jalan dengan kecepatan yang telah ditentukan. Upaya pemerintah untuk mempersulit pengguna mobil ini ternyata memiliki dampak yang signifikan, masyarakat kemudian perlahan kembali beralih menggunakan sepeda.
Bersepeda di Belanda tergolong aman, bahkan saking aman dan nyamannya, jarang pesepeda yang memakai helm saat melintas di jalan raya. Hanya 0,5 persen saja pesepeda yang mengenakan helm di sana.
2. Jepang
Di Jepang, khususnya di kota Kyoto, pemerintah melalui Badan Perencanaan Lalu Lintas Markas Besar Polisi Prefektur Kyoto secara khusus membuat peraturan bagi pengendara sepeda serta hukuman bagi yang melanggar.
Hukuman bagi pelanggar aturan bersepeda di Kyoto cukup keras. Hukuman tersebut di antaranya, kerja paksa selama tiga bulan atau denda 50 ribu Yen, setara Rp 6,5 juta lebih, denda ini biasanya diperuntukkan bagi pesepeda yang berpotensi membahayakan orang lain seperti tidak menggunakan lampu di malam hari atau bersepeda sambil menggunakan payung. Selain itu di Kyoto juga dilarang keras bersepeda sejajar dengan pengendara lain dan akan didenda 20 ribu Yen jika melanggar.
Sementara bagi orang yang mabuk dan memaksakan diri menggunakan sepeda, siap-siap dikenai denda 1 juta Yen, dan jika tidak mampu membayar denda opsi lainnya adalah kerja paksa selama kurang lebih lima tahun.
3. Amerika Serikat
Pembangunan jalur sepeda di Amerika Serikat atau AS telah dilakukan sejak 1978 melalui The United States Bicycle Route System atau USBRS. UBRS sendiri merupakan badan yang bertanggungjawab membangun jalur sepeda untuk menghubungkan kota dan desa antar negara bagian.
Pada 1982, USBRS hanya memiliki dua rute sepeda, jumlah tersebut terus bertambah hingga pada 2019 telah terdapat 24 rute induk dengan panjang lebih dari 22.530 kilometer. Di AS, bagi kendaraan yang menerobos jalur sepeda, siap-siap membayar denda senilai USD 150 atau sekira Rp 2,1 juta.
Pemerintah AS memang mengandalkan sepeda sebagai upaya mengatasi kemacetan di kota-kota besar di negara Paman Sam itu. Salah satunya adalah New York yang menurut Inrix Global Scorecard 2027 merupakan kota di urutan ketiga sebagai kota termacet di dunia.
Maklum saja, antara rambu lampu merah dengan lampu merah yang lain di New York bahkan jaraknya tak sampai 400 meter. Pemerintah terus melakukan upaya agar masyarakat beralih menggunakan sepeda dengan iming-iming bebas macet dan bebas lampu merah.
Berdasarkan data dari ‘Cycling In The City: Cycling Trends In NYC May 2019’, di New York setiap harinya ada sekitar 793 ribu atau 12 persen warga New York yang menggunakan sepeda.
4. Korea Selatan
Di Korea Selatan, jalur khusus sepeda telah dibuka sejak 2015 silam dengan panjang 32 kilometer yang berada di jalan raya nasional yang menghubungkan kota Daejeon dengan Sejong. Dilansir dari Renewable, jalur sepeda tersebut terletak tepat di antara jalur kanan dan kiri jalan raya antar kota tersebut.
Jalur tersebut dipasang penghalang yang memisahkan jalur sepeda dengan jalan raya, sehingga kendaraan bermotor tidak dapat menerobos atau menyerobot jalur khusus sepeda tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pesepeda mereka aman saat bersepeda.
Selain itu, jalur sepeda di Korea Selatan juga dilengkapi dengan kanopi untuk melindungi pesepeda dari terik matahari atau guyuran hujan. Kanopi ini juga dipasangi panel tenaga surya yang dimanfaatkan untuk sumber listrik yang menghidupi lampu di sepanjang jalur tersebut. Uniknya lagi, energi listrik dari panel tenaga surya tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk mengisi daya sepeda listrik yang telah disediakan juga stasiun pengisian dayanya.
5. Kanada
Di Kanada, khususnya di kota Ontario, pengendara sepeda telah diatur hak dan kewajibannya sebagaimana yang tercantum dalam Highway Traffic Act atau HTA. Bagi pengguna sepeda yang melanggar aturan akan dikenakan denda sesuai pelanggaran yang dilakukan.
Penguna sepeda yang melanggar rambu lalu lintas, melawan arus di jalan satu arah, berbelok tanpa isyarat, melaju secara lambat di lalu lintas normal, membonceng dengan sepeda khusus satu orang, akan dikenakan denda sebesar C$ 85.
Denda juga dikenakan bagi orang tua yang membiarkan anaknya yang berusia di bawah 16 tahun bersepeda tanpa helm dengan besaran C$60. Sementara denda paling besar dikenakan kepada penguna sepeda yang menghalangi laju bis sekolah dengan besaran hingga C$ 400.
Bagaimana dengan Indonesia? konon kabarnya jalur sepeda akan dibongkar karena dinilai memunculkan diskriminasi.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: Mempertahankan Jalur Sepeda Ibu Kota