TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui bahwa kasus fatalitas atau kematian pada warga yang tengah menjalani isolasi mandiri karena keterbatasan ruang perawatan rumah sakit (RS) di Ibu Kota.
Anies Baswedan menjelaskan selama Juni-Juli, rumah sakit di Jakarta telah mencapai batas maksimum perawatannya.
Sehingga banyak dari warga yang seharusnya mendapatkan pelayanan di rumah sakit, tidak bisa masuk rumah sakit, karena tempatnya memang terbatas.
"Itulah yang kemudian salah satu sebab kontribusi terhadap kasus-kasus mereka yang isolasi mandiri tidak bisa terselamatkan, karena seharusnya mereka berada di rumah sakit," katanya saat webinar gerakan vaksinasi di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu.
Lebih lanjut, Anies menjelaskan bahwa dalam setiap 1.000 kasus, sekitar 4-5 persen membutuhkan perawatan intensif di ruang unit perawatan intensif (ICU) karena keadaannya berat.
Ketika kasus aktif (orang yang menjalani perawatan atau isolasi) mencapai 100 ribu orang seperti beberapa waktu ke belakang, artinya ada sekitar 4.000 hingga 5.000 orang memerlukan ruang ICU, tetapi hanya tersedia sekitar 1.500 kapasitas dan bahkan sampai untuk masuk instalasi gawat darurat (IGD) harus antre.
"Dari situ terlihat bahwa ada 'gap'. Jadi, ini berbeda dengan isolasi mandiri bergejala ringan, sedang, ini adalah mereka-mereka yang seharusnya masuk dalam perawatan, tetapi tempat kita kemarin tidak cukup," ucap Anies.
Namun saat ini, tambah Anies, seiring waktu keterisian di RS sudah mulai berangsur longgar yang artinya sudah mulai ada penurunan tren yang dirawat di RS.
"Dalam laporan rumah sakit, IGD sekarang tidak lagi penuh. Namun demikian, kami minta semua data-data yang ada dari penularan, daerahnya, jumlah yang dirawat, ketersediaan RS, hingga data fatalitas untuk dilihat dan dicermati supaya kita bisa melindungi semuanya," ucap Anies Baswedan lagi.
Baca juga : PPKM Mau Diumumkan, Anies Jelaskan Sebab Pasien Covid-19 Meninggal Saat Isoman
#Jagajarak
#Cucitangan
#Pakaimasker
ANTARA