TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 13 anggota DPRD DKI Jakarta telah menandatangani pengajuan hak interpelasi kepada Gubernur Anies Baswedan terkait isu Formula E. Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang luar biasa dari hak tersebut.
“Karena sifatnya hanya sebatas pertanyaan. Ya, tentu gubernur juga tinggal menjawab apa yang ditanyakan,” kata pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu saat dihubungi pada Rabu, 18 Agustus 2021.
Tetapi Adi menjelaskan bahwa hak interpelasi mengesankan ada isu yang serius secara politik. Ia menyebutkan bahwa hak tersebut merupakan wujud fungsi kontrol terhadap Pemprov DKI.
“Kalau prosesi ini mulus, bisa saja akan meningkat nanti. DPRD juga akan menggunakan hak angketnya untuk menyelidiki hal-hal yang sudah diinterpelasikan itu,” jelas Adi.
Hal itulah yang menimpa Bupati Jember Faida. Ia dimakzulkan oleh DPRD Jember. Pemakzulan Faida terjadi karena dia tidak mengindahkan rekomendasi atas hak interpelasi dan hak angket yang telah digunakan.
Namun Adi mengatakan bahwa pengusulan hak-hak anggota dewan bergantung dengan suasana politik di Kebon Sirih.
“Kalau mayoritas di situ setuju, ya lanjut. Kalau enggak, ya selesai. Kan dari dulu Anies mau diinterpelasi tapi enggak jadi-jadi,” katanya.
Syarat terwujudnya hak interpelasi Formula E tersebut adalah rapat paripurna harus dihadiri oleh 50 persen tambah 1 dari seluruh anggota dewan. Berarti harus ada 54 orang yang hadir. Kemudian harus ada 28 anggota dewan pada rapat paripurna yang menyetujui penggunaan hak interpelasi.
Sejauh ini yang menandatangani usulan hak interpelasi terhadap Anies Baswedan berasal dari PSI dan PDIP. Sedangkan Wakil Ketua DPRD DKI Zita Anjani mengatakan bahwa rencana itu tidak tepat.
ZEFANYA APRILIA | TD
Baca juga: Formula E, Wakil Ketua DPRD DKI: Interpelasi Kurang Tepat