TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Bike To Work (B2W) Indonesia Fahmi Saimima memandang larangan pesepeda melintasi kawasan ganjil genap bersifat diskriminatif. Sebab banyak warga yang pergi ke kantor dengan mengendarai sepeda, juga banyak pedagang kopi keliling dengan sepeda (starling).
Sebelumnya, Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo mengungkapkan bahwa pesepeda berpotensi menimbulkan kerumunan. Lantas, larangan pesepeda di kawasan ganjil genap berlaku.
"Dari situ saya beranggapan hanya yang akan berolahraga secara bergerombol yang sebenarnya dilarang. Tapi bagi individu yang cuma sendirian gowes, masa sih harus diperlakukan sama? Bagaimana dengan para abang starling (penjual kopi keliling), apakah dilarang juga?" ujar Fahmi pada Kamis, 26 Agustus 2021.
Fahmi mengatakan bahwa dirinya siap berdebat terbuka dengan Sambodo soal larangan tersebut. Sebab larangan tersebut memberi ketidaknyamanan pada pesepeda yang hendak bekerja.
Seorang pegiat bike to work Julius Caesar mengatakan, petugas bisa melihat tampilan para pesepeda, apakah ingin berolahraga atau akan bekerja.
"Kalau ingin melarang ya lakukan saja ke seluruh pelosok kota. Akan terlihat mana yang memang bergerombol dan ingin menuju tempat kerja," kata pegiat B2W, Julius Caesar pada Kamis, 26 Agustus 2021.
Baik Fahmi maupun Julius mengungkapkan hal senada bahwa sepeda komuter perlu diberi perlakuan berbeda dalam aturan pembatasan dengan ganjil genap ini. Selain mengurangi polusi, dan meningkatkan kesehatan, sepeda juga merupakan solusi bagi warga yang kesulitan menggunakan transportasi publik karena persyaratan PPKM Level 3. "Hal itu sekaligus mendorong mereka tak menggunakan kendaraan bermotor. Sepeda perlu diberi perhatian khusus, jangan disamakan dengan kendaraan lain," ujar Fahmi.
Baca juga: Pesepeda Belum Boleh Gowes di Jalan Protokol Meski PPKM Level 3
ZEFANYA APRILIA