TEMPO.CO, Jakarta - Mendengar nama Lubang Buaya, orang-orang mungkin akan teringat pada peristiwa 30 September 1965 atau G30S yang melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada peristiwa G30S terjadi penculikan terhadap tujuh Pahlawan Revolusi, yang terdiri dari enam jenderal dan satu perwira TNI Angkatan Darat. Mereka dibawa ke pinggiran Jakarta Timur dan dibunuh. Jasadnya dimasukkan ke dalam lubang sumur yang ada di dekat tempat penculikan.
Sebagian masyarakat mengira nama Lubang Buaya berasal dari peristiwa penculikan para jenderal ini. Namun jauh sebelum adanya peristiwa G30S, daerah tersebut memang sudah disebut sebagai Lubang Buaya.
Asal usul Lubang Buaya yang berasal dari nama kelurahan ini, telah dijelaskan oleh Zaenuddin HM dalam bukunya berjudul “212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe,” yang diterbitkan pada 2012.
Di dalam buku setebal 377 halaman tersebut dijelaskan, bahwa nama Lubang Buaya itu sendiri berasal dari sebuah legenda yang menyatakan bahwa buaya-buaya putih di sungai terletak di dekat kawasan itu.
Kelurahan Lubang Buaya ini, berbatasan dengan Kelurahan Halim Perdana Kusumah di sebelah utara, serta Kelurahan Pinang Ranti dan Kelurahan Bambu Apus di sebelah barat. Selanjutnya di sebelah timur berbatasan dengan Desa Jatirahayu Pondok Gede, Bekasi dan Kelurahan Setu di sebelah selatannya.
Kawasan Lubang Buaya menjadi terkenal sejak peristiwa G30S. Untuk mengenang peristiwa ini, di Lubang Buaya dibangun Monumen Pancasila, museum diorama, replika sumur tempat para jasad pahlawan revolusi dibuang, serta sebuah ruang berisi relief.
WILDA HASANAH
Baca juga:
Serma KKO (Purn) Samuri Pengangkat Jenazah Pahlawan Revolusi, Tutup Usia