JAKARTA- Jenny Sirait, pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengenai gugatan polusi udara Jakarta.
Menurut Jenny, sebagai lembaga negara dan pejabat publik menjadi yang paling bertanggung jawab dalam memastikan kesehatan udara untuk warga Jakarta. “Upaya itu (banding) sebenarnya legitimasi terhadap ketidakmaksimalan kerja mereka selama ini yang berdampak pada kelalaian,” kata Jenny dalam konferensi pers digital pada Jumat, 1 Oktober 2021.
Alasan 32 orang penggugat memutuskan untuk tidak banding supaya perbaikan kondisi udara Jakarta seperti yang diperintahkan oleh Majelis Hakim PN Jakarta Pusat segera diimplementasikan. Upaya banding, kata dia, justru akan menunda hal itu.
Seperti diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September lalu memutus Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai tergugat I dan Gubernur Anies Baswedan sebagai tergugat V melakukan perbuatan melawan hukum dalam hal polusi udara di wilayah Ibu Kota. Hakim juga memutuskan bahwa Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai tergugat II, Menteri Dalam Negeri tergugat III, dan Menteri Kesehatan tergugat IV juga melakukan perbuatan melawan hukum.
Jenny mengatakan bahwa putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat tak berarti para tergugat, dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah, tidak bekerja. Namun, putusan itu menunjukkan bahwa upaya yang mereka lakukan untuk memastikan tersedianya udara bersih bagi warga belum maksimal.
Jenny juga memastikan bahwa gugatan yang dilayangkan bukan bermaksud untuk mencari siapa yang menang dan kalah. “Bukan waktunya panjang-panjangan nafas upaya hukum. Karena ini taruhannya panjang nafas warga DKI yang semakin pendek karena polusi udara.”
Majelis hakim menghukum Jokowi untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem. Menteri LHK dihukum menyelia Gubernur Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten dalam menginventarisasi emisi lintas batas di wilayah masing-masing.
Menteri Dalam Negeri diperintahkan hakim mengawasi dan membina Gubernur DKI Jakarta dalam mengendalikan pencemaran udara. Sedangkan Menteri Kesehatan diminta menghitung penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di Provinsi DKI Jakarta. “Sebagai dasar pertimbangan tergugat V dalam penyusunan strategi dan pengendalian pencemaran udara,” ujar majelis hakim.
Majelis hakim menghukum Anies Baswedan sebagai tergugat V untuk mengawasi ketaatan setiap orang terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup.
Bentuknya adalah uji emisi berkala terhadap kendaraan tipe lama, melaporkan evaluasi penataan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama, menyusun rekapitulasi sumber pencemar tidak bergerak yang kegiatan usahanya mengeluarkan emisi dan memiliki izin lingkungan dan pembuangan emisi dari Gubernur DKI Jakarta.
Perintah lainnya adalah mengawasi ketaatan standar dan atau spesifikasi bahan bakar yang ditetapkan dan mengawasi ketaatan larangan membakar sampah di ruang terbuka. Anies juga diperintahkan hakim memberi sanksi kepada setiap orang yang melanggar aturan perundangan ihwal pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup.
Anies Baswedan sebelumnya menyatakan tak akan mengajukan banding. Menurut Anies, putusan itu telah sejalan dengan semangat Pemerintah DKI dalam memastikan kualitas udara Jakarta baik untuk warganya. "Pemprov DKI Jakarta memutuskan tidak banding dan siap menjalankan putusan pengadilan demi udara Jakarta yang lebih baik," kata Anies Baswedan melalui akun Twitter pribadinya @aniesbaswedan, Kamis, 16 September 2021.
Baca: Anies Baswedan: Pemprov DKI Tidak Banding Atas Gugatan Polusi Udara Jakarta