TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana B Pramesti menyampaikan alasan terpilihnya Kota Bogor sebagai lokasi proyek percontohan operasional angkutan umum perkotaan dengan skema buy the service (BTS). Salah satu alasannya lantaran salah satu Istana Presiden berdiri di Kota Bogor, yaitu Istana Bogor.
"Kebetulan saat ini rumah keduanya pak presiden (Jokowi) kita ada di Bogor, sehingga menjadi landmark," kata dia saat ditemui di kantornya, Lantai 15 Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Kamis, 7 Oktober 2021.
Rencananya mulai pekan ketiga Oktober ini, bus non-BRT akan beroperasi di Kota Bogor. Ada enam trayek dengan total 75 bus yang disediakan. BPTJ membeli pelayanan jasa operator bus, sama seperti konsep di PT Transportasi Jakarta (Transjakarta). Beli layanan ini disebut skema BTS.
Operator bus yang memenangkan lelang adalah Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PD JT) Kota Bogor. Operator ini lantas membentuk konsorsium yang terdiri dari PD JT, Koperasi Duta Jasa Angkutan Mandiri (Kodjari), dan Perusahaan Otobus Lorena.
Polana berujar penunjukan Kota Bogor sudah didasarkan atas hasil kajian. Studi kelayakan atau feasibility study dilakukan pada 2020. Dia tak merincikan hasil studi tersebut. Selain itu, Pemerintah Kota Bogor sudah menyatakan kesiapannya menjadi tuan rumah operasional bus dengan skema BTS.
"Kami memilih Kota Bogor selain lebih siap, kami tahu Bogor kota sejuta angkot," terang dia.
Dia menyadari masih banyak angkutan umum di Bodetabek yang perlu dibenahi. Jika pilot project di Bogor berhasil, Polana melanjutkan, pihaknya bakal memperluas armada bus ke kota lain di Bodetabek.
Dengan begitu, harapannya mobilisasi bus tidak hanya di dalam kota, tapi bisa terkoneksi se-Jabodetabek. "Layanan transportasi di Jabodetabek secara konektivitas antara pemerintah daerah Bodetabek itu sudah terhubung, itu impiannya," ucap Kepala BPTJ Polana.
Baca juga: Sediakan Bus di Kota Bogor, BPTJ: Harus Ada Partisipasi Pemda