TEMPO.CO, Jakarta - Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Hengki Haryadi mengatakan penyebaran berita hoax di media sosial sebagai politik devide et impera atau adu domba di era digital.
"Kalau dulu kita kenal politik devide et impera atau adu domba, sekarang ini adalah adu domba di era digital, menimbulkan keonaran, mengganggu keamanan dalam rangka keuntungan pribadi," kata Hengki di Jakarta, Jumat, 15 Oktober 2021.
Hengki mengatakan hal tersebut dalam rilis pengungkapan kasus penangkapan seorang direktur TV swasta di Bondowoso Arief Zainurrohman karena dugaan penyebaran berita bohong atau hoax lewat kanal Youtube yang dikelolanya, aktual TV.
Selain Arief Zainurrohman, polisi juga menangkap dua orang lain yang ikut mengelola kanal Youtube tersebut, yaitu Muzzamil alias M dan Ahmad Fani (AF).
Arief berperan mengarahkan, menyortir hasil suntingan konten dan memiliki ide konten. Sedangkan Muzzamil sebagai konten kreator, editor dan pengunggah konten. Tersangka lainnya Ahmad Fani berperan mengisi suara atau narator konten hoaks yang diunggah kanal aktual TV.
Hengki mengatakan ada 765 konten hoax dalam kanal tersebut. Konten tersebut kemudian disebarkan ke aplikasi pesan instan WhatsApp, dan media sosial sehingga menjadi viral. Hal ini bisa membahayakan bagi masyarakat dengan tingkat literasi digital yang rendah.
"Kalau kita paham tidak akan percaya, kalau masyarakat yang literasi digitalnya rendah akan menganggap ini sebagai kebenaran. Implikasinya ini akan berpotensi menimbulkan kegaduhan atau bisa juga sebagai kejahatan yang tidak terdeteksi tapi mendadak menimbulkan konflik," kata dia.
Hengki mengatakan, penangkapan Arief tak ada kaitannya dengan jabatan dia di BSTV. Penangkapan AZ murni soal dugaan konten hoax yang dibuat dan disebarkan tersangka.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 Pasal 14 ayat 1 dan 2, Juncto Pasal 28 KUHP dengan ancaman 10 tahun penjara.
Baca juga: Kasus Hoax, Polisi Jelaskan Alasan Tangkap 3 Pengelola Akun Youtube Aktual TV