TEMPO.CO, Jakarta – Terjadi pada 19 Oktober 1987 lalu, kecelakaan kereta api Bintaro 1987 atau dikenal dengan nama Tragedi Bintaro 1 termasuk kecelakaan kereta api yang terbilang tragis. Meskipun telah 34 tahun berlalu, kecelakaan yang menewaskan lebih dari 150 orang ini menyimpan kenangan kelam tersendiri bagi industri perekeretaapian Indonesia. Melansir dari berbagai sumber, berikut kilas balik peristiwan Tragedi Bintaro 1.
Layaknya ‘adu banteng’ (head-to-head), pada Senin pagi, 19 Oktober 1987 terjadi kecelakaan tabrakan kereta api maut yang melibatkan Kereta Api (KA) 255 jurusan Rangkasbitung, Jakarta, dan KA 220 jurusan Tanah Abang-Merak. Kejadian ini berlangsung di Stasiun Sudimara, Bintaro, Tangerang, tepatnya di Desa Pondok Betung, yang menewaskan 153 orang dan 300 orang luka-luka.
Dikatakan dalam Buku Sejarah Kelam Kereta Api: Dua Kecelakaan Kereta di Bintaro (2019) oleh TEMPO Publishing, peristiwa kecelakaan kereta api ini merupakan kecelakaan terbesar sepanjang sejarah perkeretaapian di Indonesia. Diketahui, terdapat 700 penumpang KA 225 dari Rangkasbitung, Jawa Barat dan KAA 220 membawa 500 penumpang dari stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat. Namun, jumlah tersebut belum pasti karena para penumpang gelap yang biasa berjejal, menempel di lokomotif, atau bertengger di atap-atap gerbong kereta api belum terhitung.
Setidaknya terdapat tujuh rumah sakit terdekat yang dijadikan tempat rujukan penampungan para korban Tragedi Bintaro 1. Ketujuh rumah sakit itu, antara lain Rumah Sakit (RS) Fatmawati, RS Setia Mitra, RS TNI-AL Mintoharjo, RS Pertamina, RS Pondok Indah, RS Jakarta, dan RS Cipto Mangunkusumo. Saat itu, Presiden Soeharto mengunjungi para korban yang dibawa ke RS Cipto Mangunkusumo.
Melansir laman repository.unpad.ac.id, penyebab terjadinya kecelakan maut ini karena faktor kondisi perkeretaapian Indonesia tahun 80-an yang sudah tua dan sistem pengelolaan yang buruk. Namun, masyarakat tidak memiliki opsi lain, mengingat kereta api merupakan transportasi yang memiliki harga tiket murah dan lebih cepat.
Hal senada juga dijelaskan dalam laman p2k.unkris.ac.id, bahwa Tragedi Bintaro ini dilatarbelakangi faktor human error, sebab KA 225 yang seharusnya bersilang dengan KA 220 di Stasiun Kebayoran, tetapi diganti produksi menjadi di Stasiun Sudimara. Namun, KA 225 tidak mendengar semboyan sehingga KA 225 berangkat tanpa sepengetahuan Pengaturan Perjalanan Kereta Api (PPKA) Stasiun Sudimara.
NAOMY A. NUGRAHENI
Baca: Mengenang Tragedi Bintaro, ini Lirik Lagi 1910 Iwan Fals