TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menilai penetapan 100 persen kapasitas penumpang transportasi publik di Jakarta sangat berisiko tinggi dalam penularan Covid-19. Menurut Dicky, pengguna transportasi umum itu bukan hanya dari Jakarta saja. Warga dari daerah lain yang cakupan vaksinasinya tidak sebaik DKI juga akan menggunakan.
"Cakupan vaksinasi di Jabodetabek dan Jawa beragam," ujar Dicky kepada Tempo, Sabtu, 23 Oktober 2021.
Menurut Dicky, pembatasan kapasitas penumpang transportasi umum harusnya tetap ada dan dilakukan bertahap. Bahkan dalam kondisi penanganan pandemi yang ideal pun, ujar dia, kapasitasnya mesti bisa dibatasi di kisaran 90 persen.
"Perjalanan juga bukan hanya soal kapasitas, tapi melihat juga ventilasi, sirkulasi, dan durasi. Semakin lama durasi perjalanan maka semakin berisiko, harus dibatasi."
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan penetapan 100 persen kapasitas penumpang transportasi publik ini didasari beberapa pertimbangan. Pertama, untuk meningkatkan ekonomi. Kedua, mobilitas orang mulai tinggi sehingga butuh transportasi umum.
"Mobilitas orang juga perlu apalagi sudah lama sekali dan sekarang juga kan kantor nonesensial sudah dibuka," kata dia di Balai Kota, Kamis malam, 21 Oktober 2021.
Ketentuan jumlah penumpang 100 persen tertuang dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1245 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Level 2 Covid-19. PPKM di Ibu Kota turun dari level 3 menjadi 2 sejak 19 Oktober sampai 1 November 2021.
Riza juga mengatakan bahwa penularan virus Corona di Jakarta melandai. Penambahan kasus per harinya rata-rata 100-200. Tingkat keterisian tempat tidur isolasi hanya 7 persen dan ICU 18 persen. Data ini dihimpun per 20 Oktober 2021.
Tingkat vaksinasi Covid-19 juga meningkat. "Situasinya sudah sangat membaik terus seiring dengan peningkatan vaksin," ujar dia.
Baca: PT KAI Commuter Ulang Tahun ke-13, Harapan Pengguna: Tidak Ada Lagi Kebocoran AC