Saat itu, PT Jakpro yang bernama PT Pembangunan Pluit Jaya, menggugat Umar serta dua orang lainnya, Ibrahim dan Ismail, untuk menyerahkan lahan seluas 5 ribu meter persegi tersebut.
Pengadilan Negeri Jakarta Utara lantas pada Februadi 2000 silam memutuskan Umar cs harus menyerahkan lahan tersebut kepada PT Pembangunan Pluit Jaya untuk dikelola dan dikembangkan.
Alat berat back hoe membersihan endapan lumpur Waduk Pluit di Penjaringan, Jakarta, Rabu, 23 September 2020. Memasuki musim penghujan Waduk Pluit berfungsi sebagai pusat sistem tata kelola air di kawasan utama DKI Jakarta. TEMPO/Subekti.
Namun, PT Pembangunan Pluit Jaya harus memberi ganti rugi kepada Umar cs sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993.
“Karena tanah itu sudah lama dikuasai, ditempati, dan di atasnya ada mushola, pengadilan meminta PT Pembangunan Pluit Jaya membayar ganti rugi,” tutur Pelibertus.
Namun, setelah adanya putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung tahun 2007, Umar cs belum juga mendapat ganti ruginya.
Pelibertus menyebut kliennya telah bertemu dengan PT Jakpro, Pemprov DKI, Kemenko Polhukam, dan Kemendagri pada 2 Maret 2020 lalu. Hasilnya, Jakpro dinyatakan perlu melaksanakan putusan kasasi Mahkamah Agung dengan membayar ganti rugi tersebut.
Baca : Kadis SDA Ungkap Tiga Faktor yang Mengancam Jakarta Tenggelam
ADAM PRIREZA