TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Rizieq Shihab, Djudju Purwantoro meminta Jaksa Penuntut Umum menjerat dua anggota polisi yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan di luar hukum atau unlawful killing enam Laskar FPI dengan pasal pembunuhan berencana.
Djudju mengatakan, dalam dakwaan yang telah dibacakan Jaksa menjerat kedua anggota polisi tersebut dengan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan terancam pidana 15 tahun.
"Kenapa tidak mendakwa 340 KUHP yang hukumannya lebih berat, yakni penjara seumur hidup atau mati. Itu sepatutnya dan pantas didakwakan kepada para pembunuh yang sangat keji itu," kata Djudju dalam keterangannya, Rabu, 27 Oktober 2021.
Djudju menjelaskan, kedua anggota polisi mengaku melakukan penembakan terhadap enam laskar FPI karena membela diri. Namun menurut fakta di persidangan, kedua orang tersebut tidak sedang dalam kondisi sangat terpaksa hingga membunuh para laskar.
Selain itu, Djudju juga menuntut agar pihak yang memberikan perintah dan mengatur peristiwa itu untuk segera ditangkap dan disidangkan. "Masih ada aktor intelektual di balik kasus ini yang harusnya ditarik dalam persidangan ini," kata Djudju.
Dalam persidangan yang digelar kemarin, tujuh orang saksi dihadirkan untuk memberikan kesaksian atas pembunuhan yang diduga dilakukan Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin. Mereka antara lain Enggar Jati Nugroho dan Toni Suhendar yang merupakan anggota Polri, Ratih binti Harun, Eis Asmawati binti Solihan, Karman Lesmana bin Odik, Khotib alias Pak Badeng, dan Esa Aditama
Dalam sidang itu, Briptu Fikri Ramadhan, memberikan tanggapan atas keterangan salah seorang saksi bernama Ratih binti Harun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ratih merupakan penjaga warung di rest area KM 50 Tol Jakarta - Cikampek dan melihat detik-detik polisi menyergap para laskar FPI.
Dalam tanggapannya, Fikri menyebut ada empat personel polisi yang melakukan penyergapan pada Senin malam, 7 Desember 2020. Para personel itu saling membagi tugas dalam penyergapan itu.
"Kami membagi tugas, ada yang menggeledah badan, dalam mobil, hingga meletakkan (barang bukti) di meja, dan ada yang menggotong yang kami duga sudah meninggal," ujar Fikri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 26 Oktober 2021.
Fikri menjelaskan, dua korban yang sudah tewas itu tidak ikut tiarap bersama empat laskar FPI lainnya. Mereka tetap diam di dalam mobil, walau polisi sudah memintanya keluar.
Keterangan Fikri yang menyebut menggotong kedua laskar sesuai dengan kesaksian Ratih. Ia menyebut anggota polisi menyeret korban yang sudah lemas dan dalam keadaan tangan gemetar ke dalam mobil.
"Yang tiarap satu orang teriak 'jangan diapa-apain teman saya', itu teriak terus beberapa kali," ujar Ratih.
Setelah itu, para laskar FPI yang tiarap ikut dimasukkan ke dalam mobil. Ratih mengatakan ada dua orang polisi di dalam mobil yang membawa mereka pergi dari rest area KM 50.
"Mareka langsung dinaikin ke mobil yang rusak. Habis itu enggak liat lagi di kemanakan," ujar Ratih.
Baca juga: Sidang Unlawful Killing, Saksi Sebut Temukan Senjata Api di Mobil Laskar FPI
M JULNIS FIRMANSYAH