TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis KAMI Jumhur Hidayat menyatakan tidak puas atas vonis yang dijatuhkan
majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jumhur divonis 10 bulan penjara tapi tidak ditahan karena dikurangi dengan masa tahanannya.
Majelis hakim memutuskan aktivis Koalisi Aksi Masyarakat Indonesia (KAMI) itu dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana sesuai Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.
"Kalau saya pasti tidak puas ya karena saya mau bebas murni karena saya tidak merasa bersalah," ucap Jumhur di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 11 November 2021.
Hakim menilai Jumhur sudah sepatutnya mengira kemungkinan keonaran yang akan terjadi atas unggahannya di Twitter. Salah satu cuitan Jumhur yang dipermasalahkan berbunyi "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja. Klik untuk baca: kmp.im/AGA6m2.”
Kuasa hukum Jumhur, Oky Wiratama Siagian, menilai penggunaan Pasal 15 ini bermasalah dan berbahaya. Setiap orang yang mengunggah artikel, kata Oky, dan ada orang lain yang resah akan postingan itu, bisa dijerat pasal serupa. Menurut Oky, pasal karet ini pernah digunakan untuk menjerat Ravio Patra dan Dandhy Laksono.
"Bisa saja ke depan pasal ini harus di-judicial review, pasal ini harus dicabut," kata Oky.
Pasal 15 itu berbunyi "Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun".
Kuasa hukum Jumhur Hidayat menyatakan masih pikir-pikir atas vonis ini. Sikap yang sama disampaikan oleh jaksa penuntut umum. Hakim memberikan waktu 7 hari kepada kedua pihak untuk menerima atau banding atas putusan tersebut.
Baca juga: Aktivis KAMI Jumhur Hidayat Divonis Bersalah tapi tidak Ditahan