TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menyita uang senilai Rp 8,9 miliar terkait dugaan korupsi di PT Peruri Digital Security yang merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan mengatakan sebanyak 40 orang saat ini tengah diperiksa sebagai saksi.
"Dari 40 orang ini statusnya bisa meningkat karena dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi. Akan kami sampaikan kemudian," tutur Zulpan di kantornya pada Jumat, 26 November 2021.
Peristiwa itu mulanya terungkap saat Tahun Anggaran 2018 lalu PT. PDS melakukan pengadaan penyediaan Data Storage, Network Performance Monitoring and Diagnostic, Siem and Manage Service seharga Rp 13,1 miliar. Anggaran untuk pengadaan itu berasal dari kas operasional perusahaan itu.
Secara administratif, dokumen proyek pengadaan itu telah dilengkapi, namun, proses pengadaan tak pernah dilakukan. Serah terima barang atau jasa yang tertera dalam kontrak itu juga tidak dilakukan. "Tetapi ada pembayaran. Ini berdampak pada kerugian," ujar Zulpan.
Ia melanjutkan, dari total Rp 13,1 miliar, baru dibayarkan sebanyak Rp 10,24 miliar. Pembayaran, kata Zulpan, dilakukan secara bertahap setiap bulan sebesar Rp 548 juta. Diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 10 miliar atas dugaan korupsi tersebut.
Meski begitu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Auliansyah Lubis menyebut penyidik belum menetapkan tersangka. Polisi masih menelusuri siapa saja penerima uang hasil dugaan korupsi itu.
Dalam kasus dugaan korupsi di Peruri Digital Security, polisi menerapkan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ADAM PRIREZA
Baca juga: Kantor Digeledah Kejaksaan dalam Kasus Dugaan Korupsi, Anak Usaha RNI Buka Suara