TEMPO.CO, Jakarta - Proyek pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) masih terganjal upaya relokasi warga penggarap yang pernah mendiami tanah Kementerian Agama tersebut.
Banyak warga penggarap yang tidak terima dengan uang kerohiman yang dijanjikan oleh Kementerian Agama. Seorang warga penggarap, Edi Purwanto, mengatakan besaran uang kerohiman itu tidak adil, karena tidak sesuai dengan luas tanah yang mereka garap.
Edi sudah menggarap tanah Kementerian Agama itu sejak tahun 2005. Dia mengklaim memiliki lahan 3.000 meter di lokasi yang saat ini sedang dilakukan proyek pembangunan UIII.
“Saya di sini dari tahun 2005. Saya datang dari Pekalongan. Di sini saya peternak, untuk menyuplai daging kambing dan sapi,” kata Edi saat melakukan aksi protes di lokasi proyek UIII, Senin 6 Desember 2021.
Berdasarkan tim appraisal dari Kementerian Agama, ia hanya mendapat uang kerohiman Rp 50 juta atas tanahnya. Jumlah itu, kata Edi, sangat kecil jika dibandingkan warga lainnya yang memiliki tanah lebih sedikit darinya.
“Disini ada yang cuma 1.000 sekian meter mendapatkan uang kerohiman Rp 527 juta,” kata Edi.
Selanjutnya warga penggarap minta kaji ulang perhitungan tim appraisal itu...