Edi pun meminta pemerintah mengkaji ulang perhitungan dari tim appraisal tersebut. “Kami keberatan dengan jumlah uang kerohiman. Itu karena angkanya sangat jomplang,” kata Edi.
“Saya kan peternak sampai nota-nota penjualan saya dibuka oleh tim apprasial untuk menghitung detail, tapi sayangnya angka (kerohimannya) malah nggak jelas,” tambahnya.
Warga lain bernama Zulbair Hasan juga kurang puas dengan uang kerohiman yang diberikan. Ia hanya menerima Rp 121 juta atas tanah seluas 1.715 meter yang sudah digarapnya sejak tahun 2001.
“Kami bukan menolak, cuma minta disesuaikanlah kerohimannya,” kata Zulbair.
Zulbair merupakan pedagang hewan kurban seperti sapi dan kambing. Di atas tanah garapannya ia mendirikan kandang untuk 600 ekor hewan yang ia jual.
“Kalau berapa layaknya tim appraisal tahulah, kita kan usaha. Posisi di sini paling strategis, dekat ke pasar. Saya asli warga Cisalak, Depok. Di sini tempat usaha. Di sini saya beli garap,” kata Zulbair.
Meski ganti rugi tanah garapan itu belum mencapai kata sepakat, pembangunan Kampus UIII terus berjalan di atas lahan seluas 142,5 hektare di kawasan Kecamatan Sukmajaya, Depok. Pembangunannya diawali dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Pendirian UIII pada tanggal 29 Juni 2016. Peletakan batu pertama (groundbreaking) dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada Juni 2018.
Saat ini pembangunan UIII sudah masuk ke tahap ketiga yang meliputi pembangunan Gedung Fakultas B setinggi 4 lantai seluas 14.590 meter persegi, Perumahan Dosen sebanyak 10 unit. Serta, Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS 3R). Total keseluruhan nilai kontrak tahap ketiga ini sebesar Rp 173 miliar.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
Baca juga: Ada Cekcok Pengosongan Lahan Buat UIII di Depok, Ini Jejak Kisruh