TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) DKI Jakarta Diana Dewi mempertanyakan keputusan Gubernur Anies Baswedan yang merevisi UMP DKI 2022. Menurut Diana, formula penghitungan upah minimum provinsi (UMP) DKI 2022 yang hanya naik Rp 37 ribu sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
"Pertanyaannya, kami salahnya di mana?" kata dia saat dihubungi, Sabtu, 18 Desember 2021.
Ketua Kadin DKI itu juga mempertanyakan keputusan Anies yang mendadak merevisi kenaikan UMP 2022 tanpa melalui sidang Dewan Pengupahan DKI. Menurut dia, rapat finalisasi penetapan UMP 2022 berlangsung pada 15 November 2021.
Dalam rapat itu diketok bahwa UMP DKI 2022 hanya naik Rp 37 ribu, yakni dari Rp 4.416.186,548 menjadi Rp 4.453.935,536. Penetapan ini mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja dan aturan turunannya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Penghitungan ini, tutur Diana, juga sudah disepakati tiga perwakilan, yakni pengusaha, pekerja, dan pemerintah.
Namun, anggota Dewan Pengupahan dari unsur pekerja meminta nilai UMP 2022 dinaikkan lagi sekitar Rp 20 ribu menjadi Rp 4.573.845. Pihak pekerja merasa kenaikan UMP 2022 yang hanya Rp 37 ribu terlalu kecil.
Beberapa rapat bergulir setelah itu, tapi tidak ada kesepakatan baru dalam sidang Dewan Pengupahan. Artinya, nilai UMP 2022 seharusnya tetap pada keputusan awal Dewan Pengupahan, yaitu Rp 4.453.935,536.
Selanjutnya Anies tiba-tiba mengumumkan revisi kenaikan UMP 2022