TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) DKI Jakarta Diana Dewi menyatakan pengusaha menolak kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI 2022 sebesar 5,1 persen. Menurut dia, Gubernur DKI Anies Baswedan telah menetapkan besaran UMP tersebut secara sepihak.
Sebagian besar pengusaha di Jakarta, kata Diana, memilih untuk tetap mengacu pada besaran UMP yang ditetapkan Dewan Pengupahan DKI.
"Bahkan ada beberapa dari mereka yang menyatakan belum dapat memikirkan strategi lain, apabila kenaikan UMP 2022 tetap dipaksakan naik 5,1 persen," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 19 Desember 2021.
Kemarin, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan revisi kenaikan UMP DKI 2022 menjadi sebesar Rp 225.667 atau 5,11 persen. Dengan begitu, UMP DKI 2022 ditetapkan senilai Rp Rp 4.641.854.
Ketua Kadin DKI mempertanyakan dasar hukum revisi UMP DKI tersebut. Sebab, dia menuturkan, penetapan revisi ini tidak melalui sidang Dewan Pengupahan DKI. Karena itulah, pengusaha bakal menggunakan nilai UMP 2022 Rp 4.453.935,536, yang hanya naik Rp 37.749 atau 0,85 persen dari tahun ini.
Dia menerangkan UMP Jakarta dari 2015 ke 2021 naik hingga 63,5 persen, yakni dari Rp 2,7 juta menjadi Rp 4.416.186. Kenaikan itu semakin membebani para pengusaha untuk bangkit lagi pasca pandemi Covid-19. "Di tengah perbaikan perekonomian daerah sebagai akibat dari pandemi, seharusnya Pemprov DKI Jakarta dapat lebih bijak dalam menetapkan kebijakan," ujarnya.
Baca juga: UMP DKI 2022 Mendadak Direvisi Anies, Kadin DKI: Salahnya di Mana?