“Awalnya saya apresiasi Polres Metro Jakarta Barat melalui Kapolres yang membuat kasus ini tegak lurus. Entah kenapa jadi belok belok dari ditahan kemudian ditangguhkan hingga akhirnya sekarang dibebaskan dan berakhir pada penghentian perkara," kata Aldo.
Hingga Senin sore, Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Ady Wibowo belum memberikan jawaban soal penghentian kasus ini. Pesan yang Tempo kirimkan belum mendapat respons dari Ady.
Kasus dugaan mafia tanah ini bermula saat seorang lansia bernama Ng Je Ngay, 70, gencar menyurati Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mohammad Fadil Imran meminta perlindungan hukum karena menjadi korban mafia tanah. Pria yang berprofesi sebagai tukang AC tersebut mengaku sudah 5 kali mengirim surat namun belum ada yang direspons.
Dalam laporannya, Ng Je Ngay mengatakan sudah membeli rumah yang ditempatinya sejak tahun 1990. Namun pada 2017, dirinya diadukan dengan tuduhan penyerobotan tanah. Dalam aduan itu disebutkan Ng Je Ngay sudah menjual rumahnya dan tinggal di tempat tersebut secara ilegal.
Padahal, menurut Aldo, kliennya tidak pernah menjual aset tersebut. Pada tahun 2018, rumah Ng Je Ngay beralih nama menjadi milik orang lain. Atas dasar Itu, kliennya sudah membuat laporan polisi pada 21 Maret 2018.
Ia mengatakan KTP, KK, NPWP, dan buku tabungan yang digunakan untuk akta jual beli rumah semuanya dipalsukan. "Bahkan tanda tangannya beda. Ada lab forensiknya, ada PBB dan masih banyak lagi," kata Aldo.
Untuk menguatkan klaim atas rumahnya, Ngay bahkan menghadirkan seorang pria bernama Oceng Lim yang pada tahun 1990 menjual rumah tersebut ke Ngay.
Aldo menerangkan, kliennya juga sempat hendak diusir oleh komplotan mafia tanah pada tahun 2017 dan dipolisikan dengan persangkakan pasal 167 KUHP ke Polsek Taman Sari. “Jadi klien kami diadukan telah memasuki dan menguasai tanah tersebut atau penyerobotan,” kata Aldo.
Baca juga: Lansia Diduga Jadi Korban Mafia Tanah, Dokumen Hingga Tanda Tangan Dipalsukan