TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Dudi Gardesi menjelaskan alasan pihaknya tidak melakukan pelebaran kali atau normalisasi sungai untuk mencegah banjir di Jakarta. Menurut Dudi, pihaknya saat ini terkendala dengan lahan yang semakin terbatas.
"Lahan kita juga sangat terbatas. Kalau kami maunya ikutin hujan, selebar-lebarnya sesuai dengan perhitungan kami, tapi kan enggak ada lahannya," ujar Dudi saat dikonfirmasi, Jumat, 21 Januari 2022.
Dudi mengatakan, jika ingin drainase atau kali dilebarkan, maka pihaknya membutuhkan pembabasan lahan. Namun, proyek tersebut sampai saat ini masih terkendala. Sehingga Dinas SDA harus melakukan cara lain dalam penanganan banjir, seperti misalnya sumur resapan.
"Kenapa enggak luasin drainase yang ada? kami kan terbatas, sehingga alternatif yang ada kami coba ambil. Sumur resapan kan tidak hanya meresap aja, tapi ada yang modular juga," kata Dudi.
Sebelumnya, Anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Ida Mahmudah, mengkritik langkah Pemprov DKI Jakarta dalam upaya membebaskan lahan di bantaran kali untuk program normalisasi.
Menurut Ida, program normalisasi di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini mentok karena buruknya komunikasi antara warga dengan pemerintah, tak seperti di jaman Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Komunikasinya yang kurang, karena apa, Pemprov yang lalu bisa kok, di tempat rawan yang kata orang enggak bisa dibongkar, ternyata bisa, di Manggarai, Kampung Melayu, sekarang kan bagus itu," ujar Ida.
Ida menjelaskan, percuma jika Anies terjun langsung ke lapangan tapi komunikasi dengan warga terdampak normalisasi masih minim. Ia pun menyarankan agar Anies menggunakan iming-iming lain agar warga mau dipindahkan, seperti yang dulu dilakukan Ahok.
"Saya bilang, dengan cara Gubernur yang lalu. Dikasih perangsang, kasih kompor, kulkas (agar mau relokasi)," ujar Ida.
Lebih lanjut, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta itu mengatakan, anggaran pembebasan lahan untuk naturalisasi sebesar Rp1 triliun pada APBD 2021 banyak yang tidak terpakai. Penyebabnya, warga banyak yang ogah direlokasi ke Rusun Nagrak di Cilincing, Jakarta Utara.
Ida pun memahami alasan warga korban proyek normalisasi sungai menolak relokasi ke sana. Sebab, warga banyak yang sudah nyaman tinggal di pusat kota dan tak mau jika harus tinggal di daerah pinggiran yang jauh dari fasilitas pemerintah. Akibatnya, Rusun Nagrak yang memiliki 14 tower, sampai sekarang hanya terisi dua saja.
M JULNIS FIRMANSYAH
Baca juga: Sumur Resapan Dihapus, PDIP Dorong Normalisasi Sungai dan Tanggul Pantai Utara