TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengatakan, korupsi adalah kejahatan luar biasa. Dia pun meminta aparatur Pemerintah Kota Bekasi untuk memahami bahwa korupsi adalah perbuatan yang tidak benar.
"Korupsi adalah kejahatan luar biasa. Mari berdoa agar Pemerintah Daerah Kota Bekasi menjadi pemerintah yang bersih dan akuntabel," kata Tri saat memimpin acara deklarasi antikorupsi di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Selasa, 25 Januari 2022.
Dia mengatakan, korupsi akan terjadi apabila semua pihak tidak bisa memahami dan tidak memiliki tekad kuat untuk menghindarinya.
"Di satu sisi, kami akan berusaha untuk berbenah menjalankan pemerintahan secara bersih dan akuntabel. Di sisi lain, mohon dukungan masyarakat Kota Bekasi jika mengurus apa pun kalau ada petugas yang meminta uang agar segera melapor dan jangan jangan pernah menawarkan apapun ke aparat pemerintah," ucapnya.
Acara deklarasi itu dihadiri para pejabat aparatur Pemkot Bekasi hingga ke level lurah dan camat.
Mereka pun menandatangani komitmen bersama antikorupsi.
"Saya mengapresiasi seluruh aparatur yang hadir hari ini, membangun komitmen bersama untuk stop pungli dan deklarasi antikorupsi. Tetapi saya menyaksikan semangat untuk menyatakan sikap bersama dan berkomitmen," ujar Tri yang sebelumnya adalah Wakil Wali Kota Bekasi.
Tri menjabat Plt Wali Kota Bekasi setelah Wali Kota nonaktif Rahmat Effendi dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK pada Rabu, 5 Januari 2022 lalu.
Rahmat Effendi ditangkap bersama pejabat Pemkot Bekasi lainnya, yaitu Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M. Bunyamin; Lurah Kali Sari Mulyadi; Camat Jatisampurna Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi.
Mereka kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Selain dari pihak ASN di Pemkot Bekasi, KPK juga menetapkan tersangka dari pihak pemberi suap yaitu, Ali Amril, Direktur PT MAM Energindo; Lai Bui Min alias Anen, swasta; Suryadi, Direktur PT KBR (Kota Bintang Rayatri; dan Makhfud Saifudin, Camat Rawalumbu.
menyangka Rahmat Effendi dan empat pejabat lainnya menerima suap yang berhubungan dengan ganti rugi tanah di Bekasi. KPK menduga Rahmat mengatur pihak swasta yang akan dibeli tanahnya untuk kepentingan pembangunan proyek di Bekasi. Pihak swasta itu kemudian memberikan uang sebagai komitmen fee untuk Rahmat dkk.
Selain tanah, KPK menyangka Rahmat Effendi juga menerima uang dari pegawai yang menduduki jabatan tertentu.
Dalam deklarasi antikorupsi yang dilakukan setelah penangkapan Rahmat Effendi Cs itu, Tri Adhianto mengingatkan bahwa saat ini adalah era keterbukaan informasi.
"Pemerintah selalu membuka keran informasi dan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat bisa dipublikasikan, tidak monoton tetapi bisa saling memberikan masukan untuk perbaikan ke arah yang lebih baik lagi," ujar dia.
Baca juga: Pengusaha yang ditangkap KPK Bareng Wali Kota Bekasi Punya Jejak di Bogor