TEMPO.CO, Jakarta - Bandara Halim Perdanakusuma kini senyap. Sejak penutupan pada Rabu, 26 Januari 2022 kemarin, tak ada lagi kegiatan naik turun penumpang yang biasanya ramai di sana. Toko-toko di sana pun tutup.
Beberapa taksi yang biasa mangkal di Halim tampak masih parkir di ujung lobi keberangkatan. Wajah para sopir taksi itu muram. "Sudah dua hari berturut-turut saya tidak dapat sewa. Sedangkan setoran setiap hari harus masuk,” kata seorang sopir bernama Bintang kepada Tempo, 27 Januari 2022.
Kementerian Perhubungan menutup sementara Bandara Halim Perdanakusuma mulai 26 Januari 2022 dalam rangka revitalisasi sesuai Perpres nomor 9 tahun 2022. Selama revitalisasi, Bandara Halim Perdanakusuma akan ditutup sementara 3,5 bulan.
Bintang mengatakan penutupan Bandara Halim Perdanakusuma bakal mencekik pendapatan sopir taksi bandara, yang sebetulnya sudah merosot sejak pandemi.
“Sehari saya harus setor Rp150 ribu. Sedangkan kondisi begini, apalagi dengan bandara ditutup, saya mau tidak mau mesti setor atau di SO (Setop Operasi),” ujar sopir taksi dari perusahaan operator yang biasa beroperasi di Bandara Halim itu.
Ia mengatakan mesti mengantongi minimal Rp 400 ribu per hari untuk menutupi setoran dan bensin. Tetapi dengan kondisi bandara yang tutup, sangat muskil mendapat penumpang. Apalagi operator taksinya tidak sepopuler taksi yang sudah kondang di Ibu Kota.
“Kemarin kan saya keliling nyari penumpang hujan deras jam pulang kerja di UKI. Ada yang melambai dia kira taksi biru, ternyata bukan, eh enggak jadi naik. Ya akhirnya tidak dapat penumpang,” ujar dia.
Sebelum Covid-19, Bintang mengatakan bisa mengantongi bersih Rp 300 ribu-400 ribu.
Ia mengatakan tidak akan mampu mengejar setoran tiga hari berturut-turut dan kemungkinan akan setop operasi. Setop operasi berarti ia tidak bisa mengemudikan taksi lagi sampai membayar utang setoran dengan jaminan SIM dan KTP. Saat ini, katanya, ada 90 sopir taksi dari operator yang sama yang sedang beroperasi di kondisi seperti ini. Dan mungkin, lanjutnya, jumlah ini akan bekurang karena penutupan bandara.
Sopir taksi lain, Arfan, mengatakan penutupan Bandara Halim Perdanakusuma semakin membuat pengemudi taksi terpuruk. Sejak awal wabah Covid-19 pendapatan mereka sudah mulai merosot.
“Dulu sebelum Covid-19 orderan kita bisa mencapai 10-12 orderan per hari. Dengan order segitu Alhamdulillah kami bisa memberi keluarga kami Rp 200 ribu sehari dan setoran saat itu juga di atas Rp 300 ribu,” ujar dia.
Kemudian pada 2021 pengemudi taksi Bandara Halim itu semakin terpuruk dengan diberlakukannya PPKM.
“Dengan adanya penutupan ini (Halim Perdanakusuma) lengkap sudah penderitaan kami ini,” kata Arfan.
Ia mengatakan selama awal pandemi pengemudi mendapat bantuan sembako dari operator, tetapi kini ia dan rekan-rekannya tidak lagi mendapat bantuan.
Bintang mengatakan mengakali situasi sebelumnya dengan menarik penumpang di luar. “Waktu PPKM ketika transportasi umum terbatas, biasanya saya mengantar orang ke luar kota, misalnya ke Bandung. Dengan tarif per kepala Rp 300 ribu,” kata Bintang.
Ia mengatakan dengan setoran terus berjalan tetapi tanpa pendapatan, kemungkinan ia akan disetop operasi, artinya baru bisa mengemudikan taksi setelah melunasi utang setoran.
“Kalau sudah begitu, ya apa boleh buat, seperti yang sudah-sudah biasanya saya jual barang di rumah untuk melunasi utang setoran. Kalau tidak dilunasi ya saya tidak bisa kerja,” tutur sopir taksi Bandara Halim Perdanakusuma itu.
Baca juga: Warga Lebih Pilih Terbang dari Bandara Halim karena Lokasinya Strategis