TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum pelapor Arteria Dahlan meminta kepolisian untuk menghadirkan saksi ahli dari pihak pelapor untuk meninjau lagi kasus dugaan SARA itu. Pengacara Poros Nusantara Susana Febrianti juga mempertanyakan mengapa ada pasal yang tertinggal ketika kasus itu dilimpahkan dari Polda Jawa Barat ke Polda Metro Jaya.
"Di dalam proses penyelidikan, ini adalah tahap yang menentukan untuk bisa memastikan adanya peristiwa hukum di dalam laporan pengaduan yang kami ajukan," kata Susana di
Polda Metro Jaya, Selasa petang 8 Februari 2022.
Permintaan itu disampaikan setelah Ketua Presidium Poros Nusantara Urip Haryanto selesai memberikan klarifikasi sebagai saksi pelapor. Dalam pemeriksaan itu, Urip dicecar 19 pertanyaan tentang pelaporan Arteria.
Menurut Susana, ada sejumlah pasal yang tertinggal pada pengaduannya terhadap anggota DPR Arteria Dahlan. "Di laporan pengaduan Polda Jabar yang dilimpahkan Polda Metro Jaya hanya terkait dengan UU ITE, sedangkan kami mengadukan beberapa pasal di antaranya UU Nomor 40 tahun 2008 mengenai diskriminasi ras dan etnis sekaligus 315 dan 316 KUHP," kata Susana.
Mengenai pelimpahan dari Polda Jabar ke Polda Metro Jaya, Susana juga menyoroti keterburu-buruan prosedur sehingga melupakan proses gelar perkara. "Tahapan dari penyelidikan ada klarifikasi, nanti akan ada pertanyaan dari saksi ahli, kemudian ada gelar perkara," ujarnya.
Susana juga mempertanyakan proses pelimpahan perkara yang berlangsung sangat cepat. "Kita tidak mengetahui adanya proses gelar perkara dan waktunya singkat sekali dilimpahkan tanggal 25. Pada prosesnya harusnya ada gelar perkara baru kesimpulan," ujarnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya memastikan kasus Arteria dihentikan. Politikus PDIP itu tidak bisa dipidana atas pernyataan soal penggunaan bahasa Sunda karena memiliki
hak imunitas sebagai anggota DPR. Arteria juga tidak terbukti mengucapkan ujaran kebencian.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol E Zulpan mengatakan pemberhentian laporan terhadap Arteria Dahlan mengacu pada hak imunitas yang dimiliki anggota DPR RI sesuai dengan UU RI No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau MD3 Pasal 224 tentang hak imunitas wakil rakyat.