TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menetapkan satu orang mahasiswa dalam aksi unjuk rasa menolak pemekaran wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat yang berujung ricuh. Dalam demonstrasi yang berlangsung di Jalan Veteran III itu, Kepala Satuan Intel Polres Jakarta Pusat Ajun Komisaris Besar Ferikson Tampubolon dan delapan mahasiswa terluka.
"Alpius Wenda benar merupakan mahasiswa Papua dan ikut aksi tersebut. Ia ditetapkan sebagai tersangka tadi subuh setelah pemeriksaan sebagai saksi sejak pukul 23.00 hingga tadi subuh," kata Aprillia Lisa selaku pendamping hukum dari LBH Jakarta saat dihubungi Sabtu, 12 Maret 2022.
Aprillia menuturkan Wenda telah ditahan di Polda Metro Jaya dan dikenakan Pasal 351 ayat 2 KUHP tentang penganiayaan.
Namun Aprillia menuturkan jika pemeriksaan belum dilakukan karena hasil antigen dari Alpius Wenda menunjukkan hasil positif Covid-19. Ia pun menyayangkan sikap polisi yang masih menahan Alpius meski positif Covid-19. LBH masih menunggu hasil PCR dari Alpius yang akan dilakukan sore ini.
Menurut keterangan LBH, Wenda menjadi tersangka tersangka berdasarkan kesaksian korban dan video yang dipunyai polisi. "Sampai saat ini LBH belum tahu video itu karena yg punya Polisi," kata Aprillia.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya membenarkan penetapan Alpius Wenda sebagai tersangka penganiayaan AKBP Ferikson Tampubolon. "Benar, sudah ditahan dengan pasal 351 ayat 2 KUHP," kata Zulpan saat dihubungi.
Belum ada keterangan mengenai bagaimana proses penetapan tersangka ini. Saat ditanyakan, Zulpan enggan menjawab.
Kronologi Kericuhan
Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Hengki Haryadi mengatakan unjuk rasa tersebut tidak mengantongi izin dari kepolisian. "Mereka lakukan aksi tanpa pemberitahuan dan tanpa rekomendasi dari pihak kepolisian," kata Hengki dikutip Antara.
Hengki berujar ada beberapa pelanggaran yang dilakukan para mahasiswa Papua ini sehingga menyebabkan kericuhan. Salah satunya, massa mencoba mendekati Istana Merdeka dan mengabaikan peringatan petugas untuk tidak mendekati objek vital.
Sementara itu, koordinator lapangan demonstrasi, Vincen Siep, mengatakan kericuhan itu diawali oleh tindakan aparat. Ia menuduh aparat yang lebih dulu memprovokasi massa.
"Saat itu kawan-kawan saya terprovokasi karena kalau saya melihat dari situasi di lapangan, terjadi miskomunikasi antara negosiator pihak kami dan polisi," kata Vincent saat ditemui di Stadion Presisi, Kompleks Polda Metro Jaya, Jumat, 11 Maret 2022.
Ia menjelaskan peserta aksi mulanya berkumpul di depan gedung Badan Kepegawaian Negara, Jakarta Timur, pukul 9.30. Satu jam kemudian massa mulai bergerak menuju Kemendagri.
Namun, kata Vincen, pihaknya tidak bisa menuju ke depan Gedung Kemendagri karena dihadang oleh petugas. "Kami coba putar terus mau masuk lewat (pintu) satunya juga dihalang. Kami putar jauh menuju (Jalan) Juanda," ucap dia.
Mahasiswa bergerak memutar melewati Jalan Veteran III. Di sini, kata Vincen, aparat kembali menghadang hingga terjadi bentrokan. Jalan Veteran III tepat berada di samping Kompleks Istana Kepresidenan dan Kantor Wakil Presiden. "Kami tidak sampai ke Kemendagri," ujar dia.
Menurut Vincen, banyaknya aparat yang menghadang membuat para mahasiswa Papua kelimpungan. Pada saat itu, kata dia, muncul provokasi dari aparat gabungan hingga terjadilah bentrokan.
Vincen menuding sejumlah aparat menganiaya mahasiswa lebih dulu dengan cara memukul dan menendang. Mahasiswa yang mencoba bertahan terprovokasi dan menyerang seorang polisi hingga luka-luka di kepala. Proses negoisasi antara massa dan polisi tidak berjalan lancar. “Tidak ada komunikasi yang baik sehingga aparat memprovokasi kami sehingga kawan-kawan saya terpancing,” tuturnya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan membantah tudingan dari mahasiswa Papua ini. "Tidak benar," katanya.
Baca juga: Bentrok dengan Aparat, 8 Mahasiswa Papua Luka-luka