TEMPO.CO, Jakarta - Peraturan Daerah Kota Bogor No. 10 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual atau P4S diminta untuk ditinjau ulang. Perda ini dianggap bisa melanggar Hak Asasi Manusia atau HAM dan tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan.
Alyaa Nabiilah dari International NGO Forum on Indonesia Development atau Infid mengatakan, pihaknya tak dapat mendukung terbitnya Perda tersebut.
“Kami menilai Perda ini tidak selaras dengan tujuan yang disampaikan dalam dokumen. Sebab masuknya homoseksual, lesbian, dan biseksual dalam Perda ini tidak sejalan dengan pengetahuan yang ada. Hal tersebut berpotensi melanggar hak asasi manusia kelompok minoritas seksual dan gender,” kata Alyaa dalam keterangan pers yang diterima Tempo, Rabu 13 April 2022.
Dia mengatakan, pihaknya tidak mendukung karena dalam mewujudkan Perda P4S ini sasaran dan pencegahan dan penanggulangan adalah setiap orang yang berada di Kota Bogor. Sedangkan dalam Bab IIII Pasal 6 disebutkan ada 15 perilaku menyimpang yang menjadi target.
Tiga di antaranya adalah homoseksual, lesbian, dan biseksual.
“Dalam standar kesehatan, penggolongan bentuk perilaku dalam Bab III Pasal 6 tidak sesuai dengan panduan Pemerintah Indonesia. Pertama, pada Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III Kementerian Kesehatan Republik Indonesia poin F66 disebutkan bahwa orientasi seksual sendiri jangan dianggap sebagai sebuah gangguan,” ucap Alyaa.
Menurut Alyaa di dunia internasional dalam Classification of Diseases revisi ke-11, disebutkan transgender bukan termasuk dalam gangguan kejiwaan. Begitu juga dalam dunia kesehatan mental.
Tepatnya pada panduan revisi ke-5 Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders yang menjadi dasar diagnosa kesehatan mental di Indonesia, baik homoseksual, lesbian dan biseksual tidak masuk dalam kategori gangguan kesehatan mental apalagi sebagai perilaku penyimpangan seksual.
Dengan adanya Perda yang dibuat tanpa dasar pengetahuan yang memadai, Infid menilai Pemkot Bogor berpotensi melanggar HAM dengan memperparah diskriminasi terhadap kelompok minoritas seksual dan gender.
Hal itu tidak sesuai dengan Pasal 8 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung-jawab Pemerintah, termasuk Pemerintah Daerah.
“Dengan masuknya kelompok minoritas seksual dan gender dalam Perda ini, secara otomatis berisiko melanggar HAM. Keputusan ini juga menempatkan Pemerintah Daerah tidak menjalankan tugas-tugasnya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak setiap warga khususnya kelompok minoritas rentan diskriminasi sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 71 UU HAM,” kata Alyaa.
Karena itu, Alyaa mengatakan, Infid mengatakan, Pemkot Bogor perlu meninjau ulang niatnya menjadi tuan rumah Festival HAM 2022. Mereka juga meminta Pemkot Bogor memperbaiki Perda sesuai dengan kaidah pengetahuan dan memastikan tidak adanya diskriminasi dalam peraturan yang dibuat.
“Membuka ruang diskusi yang terbuka dan inklusif dan terakhir Komnas HAM dapat membuka ruang diskusi dan memastikan jalannya proses perbaikan Perda dilaksanakan dengan inklusif,” ucap Alyaa.
Perda P4S ini sebelumnya juga mendapat protes dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hak Keberagaman Gender dan Seksual (Kami Berani). Mereka menolak Perda P4S itu karena berbenturan dengan HAM.
Baca juga: Perda P4S Kota Bogor Dinilai Bisa Picu Kekerasan terhadap Kelompok LGBT
M.A MURTADHO