TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah anggota DPRD Kota Depok menggugat dan mengajukan mosi tidak percaya kepada Wali Kota Depok Mohammad Idris. Mosi tidak percaya ini dilayangkan oleh 38 anggota dari seluruh fraksi, kecuali fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
"Kami 38 anggota DPRD dari 6 fraksi yaitu Fraksi PDIP, Fraksi Gerindra, Fraksi Golkar, Fraksi PAN, Fraksi Demokrat Persatuan Pembangunan (DPP), dan Fraksi PKB-PSI menggugat pemerintah dan memberikan mosi tidak percaya kepada Ketua DPRD dan Wali Kota Depok," kata anggota Fraksi PKB-PSI, Babai Suhaimi, kepada wartawan, Senin 9 Mei 2022.
Sementara itu, anggota DPRD Depok dari fraksi PDIP, Hendrik Tangke Allo mengatakan, alasan para anggota dewan ini menggugat dan memberikan mosi tidak percaya karena kinerja Pemkot Depok dinilai kurang memuaskan. "Ini, kan, bagian dari pengawasan kami sebagai anggota DPRD," kata Hendrik.
Hendrik mengatakan, beberapa persoalan yang mendasari itu diantaranya soal pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan persoalan sampah di Depok.
"Selama ini kami pun sudah melakukan fungsi pengawasan, kami melakukan koordinasi dengan dinas-dinas terkait, tetapi ini tidak dijalankan secara maksimal, sehingga hari ini kami melakukan sebuah mosi tidak percaya terhadap kinerja Pemkot," kata Wakil Ketua DPRD Depok itu.
Menurut Hendrik, kepemimpinan Idris-Imam yang saat ini sangat tidak jelas kinerjanya, sehingga perlu dilakukan tindakan tegas seperti menggugat dan memberikan mosi tidak percaya.
"Kami melihat, ada hal-hal yang tidak dilakukan secara baik oleh pemerintah daerah Kota Depok, padahal ini sudah luar biasa parah, pengangguran, tingkat kemiskinan, jadi banyak persoalan-persolan mendasar yang tidak bisa diselesaikan," kata Hendrik.
Anggota Fraksi Golkar, Tajudin Tabri menjelaskan persoalan lain yang menjadi sorotan DPRD Depok adalah dugaan nepotisme jabatan yang dilakukan Idris-Imam. "Masalah penempatan pegawai sudah tidak sesuai, karena dasarnya suka dan tidak," kata Tajudin.
Ia mencontohkan, ada salah satu Kepala Bidang di Dinas Pendidikan yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan maupun pengalamannya. "Termasuk ada di kepala dinas, camat dan lurah bahkan ada yang baru tiga bulan jadi camat sudah bisa jadi kepala dinas," kata Tajudin.
Tajudin menyebut, walaupun penempatan pegawai merupakan hak prerogratif wali kota, namun hal tersebut harus juga harus dilakukan secara profesional. "Harus dilihat latar belakang pendidikan dan harus melibatkan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan)," katanya.
Hal tersebut diamini oleh anggota DPRD Fraksi Gerindra, Hamzah. Ia mengatakan, dugaan nepotisme jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Depok sangat kentara. "Bayangkan dalam satu bulan seorang ASN bisa langsung naik jabatan, ini tidak benar juga dalam pelaksanaan roda pemerintah," kata Hamzah.
"Makanya kami mengeluarkan mosi tidak percaya pada pemerintah," tambahnya.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
Baca juga: Hari Pertama Masuk Kerja, Ribuan ASN di Depok Jalani Tes Covid-19