TEMPO.CO, Jakarta - Tim penyidik Kejaksaan Tinggi atau Kejati DKI Jakarta menggeledah dan menyita dua rumah di kawasan Depok dan Cileungsi, Jawa Barat, terkait dengan kasus tindak pidana korupsi mafia tanah di Cipayung, Jakarta Timur.
"Demi membuat terang tindak pidana korupsi mafia tanah Cipayung Jakarta Timur, pada Kamis 12 Mei 2022, penyidik Kejaksaan Tinggi DKI melakukan penggeledahan beberapa tempat,” kata Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam dalam keterangan di Jakarta, Jumat, 13 Mei 2022 seperti dikutip dari Antara.
Ashrai menjelaskan penggeledahan itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor: Print-01/M.1/Fd.1/01/2022 tanggal 19 Januari 2022, Surat Perintah Penggeledahan Nomor: Print-140/M.1/Fd.1/01/2022 tanggal 19 Januari 2022, Surat Perintah Penyitaan Nomor: Print-141/M.1/Fd.1/01/2022 tanggal 19 Januari 2022 dan Penetapan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung Klas IA Khusus Nomor: 7/Pen.Pid.Sus/TPK/2022/PN.Bdg tanggal 30 Maret 2022.
Penggeledahan dilakukan pada seorang makelar tanah berinisial FJR yang berlokasi di Cluster Anggrek 2 Blok M1-36E Tirtajaya Depok, Jawa Barat.
Kemudian, kata Ashari, di kediaman PWM yang merupakan pensiunan PNS pada Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta yang terletak di Puri Cileungsi E-11/10 RT 05 RW 08 Kelurahan Gandoang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dalam penggeledahan ini tim penyidik Kejati DKI Jakarta menyita dokumen pembebasan lahan Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur yang selanjutnya akan dijadikan alat bukti.
"Penyidik telah melakukan penggeledahan dan melakukan penyitaan berupa dokumen pembebasan lahan Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung Jakarta Timur, dokumen/catatan skema pembagian uang, dokumen pengajuan dan penawaran harga tanah serta dokumen transaksi keuangan," ucap Ashari.
Ashari menyebutkan dalam tahap penyidikan ini didapat fakta notaris LDS bersama JFR melakukan pengaturan harga terhadap sembilan pemilik tanah di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur yang hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp1,6 juta per meter.
Sedangkan harga yang dibayarkan Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI Jakarta kepada pemilik lahan rata-rata sebesar Rp2,7 juta per meter, sehingga uang hasil pembebasan lahan yang dinikmati Notaris LDS dan JFR diduga sebesar Rp17.770.209.683.
"Yang diduga uang hasil pembebasan lahan tersebut ada yang mengalir ke sejumlah oknum Dinas Pertamanan dan Hutan Kota dan para pihak terkait," ucap Ashari.
Baca juga: Dugaan Korupsi Dinas Pertamanan DKI, Kejati Bakal Periksa Seorang Notaris