TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menanggapi kabar bahwa udara Jakarta terburuk di dunia menurut situs web kualitas udara IQ Air. Data IQ Air mencatat indeks kualitas udara di Ibu Kota masuk kategori tidak sehat pada Rabu, 15 Juni 2022.
“Itu akan kami cek kembali informasi. Tentu ini menjadi perhatian, kami akan melakukan evaluasi dan mengatasi masalah ini, memang Jakarta ini cukup padat,” ujar dia di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Kamis, 16 Juni 2022.
Menurut Riza, saat ini pengguna kendaraan bermotor kembali normal, dan tentu bisa meningkatkan polusi udara. “Ini menjadi perhatian kita,” katanya. Selain itu, Riza juga mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki program untuk mengurangi polusi udara, salah satunya Langit Biru
Namun, semuanya perlu waktu, dan akan tetap dilaksanakan. Menurut politikus Partai Gerindra itu, pemerintah memiliki program lainnya yang juga harus dilaksanakan, seperti program banjir, transportasi, taman, termasuk untuk mengurangi polusi udara.
“Semua program, ada juga kepastian pangan dan sebagainya. Penanganan covid semua akan kami laksakanakan, tapi itu perlu waktu proses,” tutur Riza.
Udara Jakarta terburuk di dunia
IQ Air menempatkan Jakarta pada posisi pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada Rabu pukul 11.00 WIB. Adapun kategori kualitas udara tidak sehat berada pada rentang indeks 151 hingga 200 berdasarkan IQ Air.
Sedangkan konsentrasi polutan Partikulat Matter (PM) 2,5 tercatat mencapai 25,4 kali di atas standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) sehingga membuat kualitas udara di Jakarta tergolong tidak sehat.
Dengan kualitas udara itu, IQ Air hingga pukul 12.00 WIB menempatkan Jakarta di posisi pertama kemudian disusul Dubai di Uni Emirat Arab dengan indeks mencapai 160 dan di posisi ketiga diisi Kota Santiago di Chile mencapai indeks 158.
Kualitas udara tidak sehat di Jakarta bukan yang pertama kali. IQ Air juga mencatat data kualitas udara Jakarta pada 2017 mengalami peningkatan dengan rata-rata mencapai 29,7 mikrogram per meter kubik (m3).
Kemudian pada 2018 berlipat ganda menjadi rata-rata 45,3 mikrogram per meter kubik dan pada 2019 kembali naik menjadi 49,4 mikrogram per meter kubik. Kualitas udara di Jakarta rata-rata pada 2020 kemudian menurun menjadi 39,6 mikrogram per meter kubik seiring pembatasan kegiatan masyarakat karena pandemi COVID-19.
Baca juga: DKI Jakarta Sebut Punya Grand Design Pengendalian Pencemaran Udara