TEMPO.CO, Jakarta - Badan Narkotika Nasional (BNN) Jakarta Selatan bekerja sama dengan lembaga non-profit Yayasan Mutiara Maharani menggelar turnamen futsal pada 25 dan 26 Juni 2022. Acara tersebut diadakan untuk memperingati Hari Anti Narkotika Internasional.
Zaenal Suhendi, pengurus Yayasan Mutiara Maharani mengatakan, turnamen futsal itu bertujuan untuk mengkampanyekan kepedulian terhadap dampak buruk dari narkotika.
“Oleh karena itu, kami bekerjasama dengan BNN Jakarta Selatan dalam mewujudkan menyelamatkan generasi penerus bangsa dari bahaya narkotika,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis, 23 Juni 2022.
Turnamen futsal tersebut akan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Ia berharap seluruh peserta maupun masyarakat luas dapat ikut berpartisipasi dalam memperingati Hari Anti-Narkotika Nasional tahun 2022 serta mengkampanyekan pesan penyelamatan pemuda penerus bangsa dari bahaya narkotika.
Pada saat ini penyalahgunaan narkotika di kalangan remaja semakin meningkat. Melansir dari penelitian yang dilakukan BNN, 2,2 juta remaja di 13 provinsi di Indonesia menjadi penyalahguna narkotika. Angka tersebut mengalami kenaikan hingga 24 sampai 28 persen di tahun 2019. Pada tahun 2021, jumlah penyalahgunaan narkotika pada remaja juga naik hingga 0,15 persen.
“Terjadi peningkatan prevalensi hingga menjadi 1,95 persen atau 3,66 juta jiwa pengguna narkotika dikalangan remaja pada rentan usia 15 – 35 tahun. Angka tersebut mungkin bertambah pada tahun 2022 melihat tren dari pergaulan remaja saat ini,” tutur Zaenal.
Peredaran gelap narkotika saat ini semakin banyak mengalami perkembangan, dari produksi skala besar sampai industri rumahan. Selain itu, jenis zatnya juga banyak berkembang dan bervariasi dengan beragam bentuk dan nama. Hal itu, kata Zaenal untuk mengelabui aparat agar bisa diedarkan sesuai keinginan para bandar narkotika di lingkungan masyarakat.
“Target sasaran peredarannya pun tidak main-main, dari kalangan pelajar, mahasiswa hingga masyarakat umum lainnya,” kata dia.
Zaenal berpendapat perang terhadap narkotika yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada tahun 2015 tidak terlalu berdampak pada pelaku peredaran gelap narkotika di Indonesia. Menurutnya, pendekatan represif hingga eksekusi 18 terpidana mati kasus narkoba pada 2015 sampai 2016 tidak mengurangi prevalensi konsumsi narkoba.
Ia berujar penduduk yang mencoba konsumsi narkoba justru bertambah dari sekitar 800 ribu pada 2008, lalu menjadi 1,15 juta pada 2011. Angkanya pun semakin naik, yaitu 1,62 juta pada 2014 hingga mencapai 1,90 juta pada 2017.
Zaenal juga mencatat adanya kenaikan biaya konsumsi narkoba, dari Rp 15 triliun pada 2008, lalu naik menjadi Rp 17 triliun pada 2011, Rp 42 triliun 2014, dan semakin naik hingga Rp 69 triliun pada 2017. “Nilai rupiah ini merupakan pendapatan tahunan sindikat peredaran narkoba di pasar gelap,” tuturnya.
Pada Hari Anti Narkotika Internasional ini, Yayasan Mutiara Maharani juga ingin mengingatkan dampak lain dari penggunaan narkotika adalah meningkatnya infeksi HIV. Pemakaian alat suntik narkoba secara bergiliran diidentifikasi sebagai pemicu melonjaknya penularan HIV di Indonesia sejak akhir 1990-an. Departemen Kesehatan RI mencatat dari tahun 2003 sampai 2004, angka kasus berlipat ganda. 80 persen kasus baru itu di antaranya merupakan pengguna narkoba suntik.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Polisi Telusuri Marketplace Tempat Andrie Bayuajie Beli Narkotika