TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai pelanggaran yang dilakukan Holywings setelah kasus promo miras gratis untuk orang bernama Muhammad dan Maria mulai terkuak satu demi satu. Terdaftar restoran, tapi operasionalnya tawarkan bisnis hiburan.
Selain masalah izin penjualan miras yang belum terverifikasi, serta menjual miras di tempat padahal izinnya dibawa pulang, perizinan Holywing juga bermasalah, karena terdaftar sebagai restoran, tapi menawarkan hiburan kepada pengunjungnya.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta mengungkapkan izin yang dimiliki Holywings adalah usaha restoran sehingga kewajiban pajaknya adalah pajak restoran meski praktiknya Holywings juga menawarkan hiburan.
"Terkait wajib pajak restoran Holywings di DKI, berdasarkan data kami ada 12 wajib pajak, ini berdasarkan 'Online Single Submission' (OSS) itu restoran," kata Kepala Bidang Pendapatan Pajak II Bapenda DKI, Carto di saat rapat bersama Komisi B di Gedung DPRD DKI, Rabu, 29 Juni 2022.
Ia menjelaskan 12 outlet Holywings yang sudah dicabut izin usaha dan disegel tersebut, telah melakukan pembayaran pajak hingga Mei 2022. Namun untuk Juni 2022, pajak disetor pada Juli 2022.
"Kami berupaya lakukan pemeriksaan. Kami akan segera pemeriksaan sekaligus menagih setoran masa (setma) Juni," katanya. Carto tidak membeberkan besaran pajak restoran yang dibayarkan oleh 12 gerai Holywings tersebut.
Pajak restoran lebih kecil dibanding pajak hiburan
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), pajak restoran besaran tarifnya paling tinggi sebesar 10 persen. Sedangkan tarif pajak hiburan paling tinggi sebesar 35 persen.
Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, mandi uap/spa, tarif pajak hiburan paling tinggi 75 persen.
Petugas memantau aktivitas outlet Holywings yang ditutup sementara, di mal Paskal 23 Hypersquare, Bandung, Jawa Barat, 28 Juni 2022. Penutupan beberapa outlet Holywings di sejumlah daerah merupakan buntut kasus promo miras 'Muhammad dan Maria'. TEMPO/Prima Mulia
Menurut UU PDRD, hiburan dikelompokkan beberapa jenis di antaranya pagelaran kesenian, musik, tari dan atau busana. Kemudian diskotek, karaoke, klab malam dan sejenisnya.
Dugaan penggelapan pajak
Anggota Komisi B DPRD DKI Wahyu Dewanto mengaku curiga dan menduga adanya praktik penggelapan pajak yang dilakukan Holywings. Politisi Partai Gerindra itu juga meminta agar Bapenda melaporkan pihak bar dan resto itu ke penegak hukum.
"Kami minta Bapenda untuk membuat laporan terhadap penggelapan pajak. Jika itu ditemukan di laporan nanti Juli," tutur Wahyu dalam rapat tersebut.
Pengurus Asosiasi Pengusaha Hiburan DKI Jakarta Hana Suryani menyatakan keberadaan Holywings telah membuat banyak pengelola bisnis hiburan cemburu, pasalnya Holywings hanya membayar pajak restoran kendati secara operasional menawarkan bisnis hiburan.
"Karena pajak Holywings itu restoran. Itu yang akhirnya bikin usaha-usaha hiburan lain cemburu. Jadi, kenapa prakteknya bisnis hiburan tapi kok pajaknya bisnis restoran? Makanya dia bisa jualan semurah itu. Alkohol saja gratis. Kalau kami, di hiburan alkohol mahal, 25 persen," ucapnya.
Adapun General Manager Project Company Holywings Yuli Setiawan mengaku tidak mengetahui banyak soal izin usaha yang berimplikasi kepada pajak tersebut. "Saya tidak berkewenangan untuk pajak, soalnya bukan wewenang saya untuk urusi pajak. Jadi saya hanya batasan di operasional 'outlet' saja," katanya.
ANTARA
Baca juga: Izin Penjualan Miras Holywings Langsung ke BKPM Tanpa Verifikasi Dinas PPKUKM DKI