TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum belasan santriwati yang menjadi korban pencabulan di sebuah pondok pesantren di Depok, Megawati, mengungkapkan kendala yang dihadapi korban bila melaporkan kejadian ini ke polisi.
Megawati mengatakan, para korban mengalami kendala psikis akibat kekerasan seksual tersebut. Akibatnya mereka memilih tidak melapor ke polisi meski kejadiannya sudah berlangsung selama satu tahun. Dia pun belum mendapat informasi pasti kapan kejadian kekerasan seksual itu dilakukan para pelaku.
"Ini karena kendala psikis ya. Mungkin juga malu," kata Megawati saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu, 2 Juli 2022.
Oleh sebab itu, Megawati melanjutkan, tim kuasa hukum telah melakukan berbagai pendekatan supaya para korban mau berbicara. Polda Metro Jaya juga telah mengimbau supaya santriwati yang menjadi korban mau melaporkan kasus ini.
"Kami dari tim lawyer korban ingin korban-korban lain bisa merapat ke kami. Kami juga melakukan pendekatan semaksimal mungkin agar mereka membuat laporan ke Polda Metro Jaya," ucap Megawati.
Megawati mengatakan, para korban baru menceritakan kasus yang dialami saat libur belajar dan telah dijemput oleh orang tuanya untuk pulang. Ia pun menyebut ada 11 anak yang jadi korban kekerasan seksual namun, hanya 5 yang berani melaporkan dan telah diperiksa oleh penyidik Polda Metro Jaya.
"Dari 11 yang dilecehkan, yang berani untuk speak up hanya 5 orang, tapi sekarang yang diperiksa baru 3 orang. Karena yang 1 orang lainnya masih di Bandung dalam kondisi sakit," ujar Mega di Polda Metro Jaya, pada Rabu, 29 Juni 2022.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan mengatakan, pihaknya telah menerima tiga laporan dari para korban. Dalam laporan itu ketiga korban melaporkan sejumlah pelaku yang sama.
"Saat ini penyidik dari Subdit Renakta yang menangani kasus ini dan sedang bekerja kemudian memeriksa beberapa saksi yang dianggap mengetahui kejadian ini," ujar Zulpan, Kamis, 30 Juni 2022.
Zulpan mengatakan, pihaknya juga mengambil langkah untuk melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Depok guna melakukan pemeriksaan psikologis terhadap para korban.
Hingga saat ini pihak kepolisian belum menentukan tersangka dari kasus tersebut. Polisi masih melengkapi bukti-bukti dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
"Belum menentukan tersangka dan masih melengkapi keterangan-keterangan dan bukti-bukti, baik itu saksi, bukti visum yang masih dilakukan. Apabila sudah terpenuhi unsur pidana akan dilakukan pendekatan hukum terhadap pelaku,” jelasnya.
Tiga laporan terpisah sudah teregister di Polda Metro Jaya dengan nomor: LP/B/3082/VI/SPKT/PMJ; LP/B/3083/VI/SPKT/PMJ; dan LP/B/3084/VI/SPKT/PMJ.
Salah satu pimpinan pondok pesantren yang diduga menjadi tempat kekerasan seksual ini, Ahmad Riyadh, mengaku tidak banyak mengetahui seputar aksi pencabulan yang dialami oleh belasan santrinya.
Ahmad mengaku, kabar pencabulan yang terjadi di pondok pesantren itu, ia dengar pertama kali seusai pulang dari Padang, Sumatera Barat untuk menghadiri acara reunian. Polisi pun telah mendatanginya untuk meminta keterangan.
Ditanya soal para pengurus yang menjadi terlapor dalam kasus ini, Ahmad mengatakan, kesemuanya sedang tidak berada di pondok. “Setahu saya ada empat terlapor ya, salah satunya itu masih berstatus santri, dan sisanya guru,” kata Ahmad.
Ahmad mengatakan, untuk satu guru sampai dengan hari ini masih mengajar namun sedang menjalani cuti selama dua bulan karena baru mengalami kecelakaan.
“Dua terlapor lainnya mereka sudah tidak ada di sini, yang satu sudah selesai pengabdiannya yang satu lagi memang dia itu semacam relawan baru lulus dari pesantren kemudian dia ngajar di hadroh, pramuka ya,” kata Ahmad.
Baca juga: Polisi Usut Dugaan Pencabulan Belasan Santriwati di Depok