TEMPO.CO, Jakarta - Pedagang pasar hewan ternak di Pasar Kambing di Tanah Abang, Jakarta Pusat mengaku dagangannya tak terdampak wabah penyakit kuku dan mulut. Sehingga, omzet penjualan hewan kurban pada Idul Adha 2022 ini tak berbeda dibandingkan tahun lalu sebelum wabah menyerang.
Pedagang hewan di Tanah Abang, Husni, 70 tahun, mengatakan konsumen tetap percaya kambing yang dijual terbilang sehat. "Kan dimasukin karantina dulu, diperiksa sama dokter dulu, Ada yang periksa dari kecamatan, Satpol PP juga," kata dia.
Pasar Kambing Tanah Abang telah melewati sejarah panjang hingga pedagang hewan masih berdagang di pusat tekstil terbesar di Asia Tenggara itu hingga saat ini.
Dikutip dari Intisari edisi Ketoprak Betawi, Juni 2001, perluasan Kota Batavia dahulu banyak dimiliki oleh tanah pribadi orang Belanda. Lalu mereka menyewakan tanah tersebut kepada orang Cina. Beragam cara tanah tersebut dipakai, salah satunya untuk mengolahnya menjadi tanah pertanian dan perkebunan.
Hasil pertanian yang terdiri dari hasil hutan dan ternak itu dibawa ke kota naik perahu lewat kanal dari arah selatan Tanah Abang melalui Kali Krukut. Para pedagang ternak menggunakan bukit Tanah Abang sebagai tempat persinggahan dan gembala ternak. Ternak yang dijual kebanyakan kambing. Mulailah dikenal saat itu dengan nama Pasar Kambing.
Suasana Pasar Kambing, Tanah Abang, Jakarta Pusat pada H-5 Hari Raya Idul Adha, Kamis, 15 Juli 2021. TEMPO/M YUSUF MANURUNG
Pengaruh Orang Arab
Melansir sejarahjakarta.com, budaya menjual hewan telah ada sejak kedatangan orang-orang Arab di Tanah Abang pada abad ke-19. Mereka berjualan karena melayani kebutuhan masyarakat akan daging kambing untuk orang Arab. Mamun lama-kelamaan melayani juga persediaan kambing bagi keperluan masyarakat luas.
Pada 1920, masyarakat Arab di Tanah Abang doyan menyantap daging kambing. Salah satu contohnya adalah kuliner sop kambing yang ditambah dengan susu. Penambahan susu ini dinilai dapat menetralisirkan konsumsi daging kambing.
Budaya itu berlanjut masuk ke suku Betawi di Tanah Abang yang terampil menyembelih dan menguliti kambing. Masyarakat dapat membawa kambing secara hidup-hidup, maupun menyembelihnya langsung di tempat.
Jauh sebelum itu, pasar kambing juga telah dikenal karena banyak legenda Betawi yang muncul di tempat ini. Hal ini ditandai dengan kehadiran legenda Si Pitung yang pernah dibegal di pasar kambing. Yang membuat Tanah Abang menjadi tempat berkembangnya kebudayaan silat Betawi.
Pada 1973, Pasar Kambing yang menyatu dengan Pasar Tanah Abang diremajakan. Akibatnya, pedagang kambing mencari-cari tempat singgah dan berjualan. Pasar Kambing berpindah-pindah dari Kebon Dalem ke Gang Tike (Belakang Blok G) dan Blok F.
Akhir 2013 akhir, pasar kambing digusur karena harus melaksanakan program quick wins Jokowi-Ahok, yang salah satunya adalah menata Tanah Abang. Pedagang pindah dan bertahan di Jalan Sabeni.
Pada 8 April 2021, pasar kambing kebakaran. Setidaknya 17 Pemadam Kebakaran dikerahkan untuk memadamkan amukan api dan membantu mengevakuasi kambing-kambing. Namun dalam catatan Tempo, dua bulan kemudian pedagang kambing yang tersisa di tempat itu telah ramai kembali dikunjungi oleh pembeli. Para pedagang menikmati puncak panen pada momen Idul Adha.
Saipul, 30 tahun, pedagang kambing di kawasan Palmerah Jakarta Barat mengungkapkan bahwa pada momen Idul Adha ini kambing yang dijualnya tinggal bersisa 8 ekor saja dari 85 ekor yang dijual. Ia mentargetkan pada hari H besok kambing dagangannya telah habis. Omzet tahun ini diungkapkan Saipul di atas Rp 500 juta.
FATHUR RACHMAN
Baca juga: Idul Adha, Berikut Fakta-fakta Penjualan Hewan Kurban Pasar Tanah Abang Tahun Ini