TEMPO.CO, Jakarta - Kapolres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto menjelaskan kronologi penembakan di rumah Kadiv Propam Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Menurut dia, peristiwa itu terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.00 WIB, berdasarkan laporan Irjen Ferdy Sambo sendiri.
"Setelah dapat laporan, kami bersama Kasat Reskrim memimpin untuk melakukan pengecekan tempat kejadian perkara (TKP) dan melakukan olah TKP," kata Budhi dalam konferensi pers di Polres Metro Jakarta Selatan pada Selasa, 12 Juli 2022.
Sesuai prosedur seperti biasa, Polres langsung melakukan pengecekan TKP penembakan polisi itu. "Bukan karena Pak Kadiv Propam yang lapor, semua masyarakat kita anggap sama, equality before the law."
Saat melakukan olah TKP, Polres Metro Jakarta Selatan menemukan seorang yang sudah tergeletak dengan berlumuran darah. Korban berada di dekat tangga naik ke atas, tepatnya arah masuk kamar mandi yang ada di bawah tangga. Dari situ kemudian, polisi melakukan prosedural dengan menghubungi tim Inafis.
Kemudian tim Inafis dan tim identifikasi datang dan melakukan olah TKP bersama. Polisi juga menghubungi palang hitam untuk nantinya membawa jenazah tersebut ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi. Dari hasil proses olah TKP juga, polisi menemukan beberapa barang bukti, mulai dari senjata, maupun slongsong serta proyektil peluru.
"Kami melihat bahwa di tempat tersebut diduga terjadi peristiwa pidana, sehingga kemudian melakukan proses olah TKP secara teliti, di mana kami melihat bahwa proses ini dari saksi yang pertama kali melihat peristiwa tersebut," tutur Budhi.
Saksi RE, yang sudah diperiksa saat ini, melihat bahwa pada saat itu Brigadir J melakukan penembakan terlebih dahulu ke arahnya.
Saat melakukan pendalaman kasus penembakan polisi itu didapat satu hasil pemeriksaan, pada saat itu Brigadir J masuk ke kamar pribadi yang tengah ditempati istri Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
"Rumah tersebut adalah rumah singgah, jadi selama pandemi, rumah dipakai oleh keluaga untuk melakukan isolasi mandiri. Apabila anggota keluarganya yang baru saja keluar pulang dari luar kota melakukan test PCR, sambil menunggu hasil keluar maka akan melakukan isolasi di rumah itu," kata Budhi.
Saat itu, istri Kadiv Propam, sempat tertidur karena lelah usai perjalanan dari luar kota. Tiba-tiba, istri Kadiv Propam itu berteriak dan sempat minta tolong ke personel yang ada di rumah tersebut. "Jadi ibu teriak minta tolong kepada saudara RE dan saudara M," kata dia.
Teriakan itu membuat saudara Brigadir J panik. Pada saat itu juga terdengar suara langkah yang turun dari tangga lantai dua, yaitu Barada RE bersama dengan saksi K. Kemudian Barada RE, yang baru separuh turun tangga melihat Brigadir J keluar dari kamar. RE menanyakan ada apa.
Namun, pertanyaan RE justru dijawab dengan tembakan yang dilakukan oleh Brigadir J. Tembakan itu tidak mengenai RE, hanya mengenai tembok, karena RE berlindung di balik tangga. Tangga di rumah itu berbentuk letter L.
"Karena RE juga dibekali senjata, dia juga mengeluarkan senjata yang ada di pinggangnya. Nah ini kemudian terjadi penembakan," ujar Kapolres.
Melihat kondisi TKP, Polres Metro Jaksel menemukan adanya bekas tembakan di tembok tangga sebanyak tujuh titik tembakan. Selain itu berdasarkan olah otopsi sementara polisi mendapatkan ada tujuh luka tembak masuk dan 6 luka tembak keluar, dan satu proyektil bersarang di dada Brigadir J.
Menurut Budhi, RE menggunakan senjata Glock 17 dengan magasin maksimum 17 butir peluru. "Dan kami menemukan di TKP bahwa barang bukti yang kami temukan tersisa dalam magasin tersebut 12 peluru. Artinya ada 5 peluru yang dimuntahkan," katanya.
Sedangkan Brigadir J, ditemukan fakta bahwa yang bersangkutan menggunakan senjata jenis HS dengan 16 peluru di magasennya. Dan polisi menemukan tersisa sembilan peluru yang ada di magasen. Artinya ada tujuh peluru yang ditembakkan dan ini sesuai apa yang ditemukan di TKP. "Dari lima tembakan yang dikeluarkan RE, ada tujuh luka tembak masuk."
Selain itu, Polres Metro Jakarta Selatan juga, masih menunggu hasil otopsi yang akan dikeluarkan secara resmi oleh Rumah Sakit Polri Kramat Jati terhadap jenazah. Polisi juga mengirimkan tim psikologi untuk memberikan semacam terapi psikologi kepada orang-orang yang saat itu ada di TKP.
"Jadi orang-orang yang ada saat itu selain RE tapi juga ada saksi lain yakni saksi R dan saksi K, serta juga Ibu Kadiv Propam Polri dilakukan pembinaan secara psikologi. Karena kita tahu bahwa saat itu banyak juga peluru yang ditembakkan di sana kurang lebih berarti ada 12 peluru," tutur Budhi.