TEMPO.CO, Jakarta - Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Asep Suryana, mengatakan maraknya remaja dari Citayam dan daerah lain di sekitar Jakarta berkumpul di Jalan Jenderal Sudirman, Dukuh Atas menunjukkan adanya integrasi antara pinggiran dan pusat Jakarta. Asep menyebutnya sebagai fenomena urban regional.
"Kalau dulu dalam bahasa ilmu sosial disebut dengan proses suburban atau suburbanisasi, dan (sekarang) berubah menjadi perluasan kota, namanya urban regional," ujar Asep melalui sambungan telepon pada Jumat, 15 Juli 2022.
Masyarakat di pinggrian Jakarta itu, kata Asep, merupakan orang-orang yang merasa susah mencari tanah di Ibu Kota karena mahal. Sehingga mereka memilih tinggal di pinggiran Jakarta tapi tetap terhubung dengan Jakarta dengan sarana transportasi. Sarana transportasi itu, kata Asep, merupakan denyut kehidupan dari pinggirian Jakarta.
"Jadi sekarang Jakarta itu sudah menjadi urban regional atau kota wilayah meliputi Jabodetabek itu, karena terhubung dengan terintegrasi transportasi," katanya. "Karena itu mereka merasa enggak masalah, itu hubungan antara Jakarta dengan pinggiran Jakarta."
Asep pernah membahas mengenai Citayam dalam tesisnya saat menempuh Program Pascasarjana Sosiologi di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Judul tesisnya adalah "Suburbanisasi dan Kontestasi Ruang Sosial di Citayam, Depok".
Menurut Asep, anak-anak yang nongkrong di Dukuh Atas merupakan generasi kedua yang tinggal di Citayam. Pandangan mereka terhadap Jakarta, kata Asep, hanya tempat main saja, karena sekarang dekat antara Jakarta dan Citayam serta Bojonggede yang denyut kesehariannya bertumpu pada Jakarta. "Main naik kereta, rekreasi naik kereta, sekolah yang bagus harus naik kereta."
Asep menggambarkan masyarakat dari daerah penyangga itu sebagai masyarakat kereta. Dia menilai hal itu sama seperti zaman dulu masyarakat yang dekat dengan sepeda, kemana-mana naik sepeda. "Generasi awal tahun 2000-an dengan sepeda motor, nah mereka ini akrab dengan kereta, jadi ya tidak masalah," tutur Asep.
Pakar UI: bukan karena daerah minim ruang publik
Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati, mengatakan fenomena remaja asal Citayam dan Bojonggede nongkrong di Jakarta tidak bisa dikaitkan dengan minimnya ruang publik di daerah lain. "Ini bukan karena daerah sekitar Jakarta tidak memiliki ruang publik yang baik, tapi pesona kota besar, pesona kehidupan elite,” kata Devie kepada Tempo, Senin 4 Juli 2022.
Devie mengatakan, ini bukanlah merupakan fenomena baru, melainkan sebuah kecenderungan yang terjadi pada remaja di seluruh dunia. Mereka selalu ingin menjadi bagian dari suatu pola yang besar. “Artinya mereka tidak ingin menjadi orang yang tertinggal, anak-anak tersebut ingin menjadi bagian dari representasi kota itu,” kata Devie.
Kemudahan akses transportasi yang dapat dijangkau oleh para remaja itu juga menjadi faktor lain mereka bisa dengan mudah mendatangi kota besar, salah satunya Jakarta.
“Mereka bisa mengakses kota dengan cara yang mudah dan murah membuat mereka merasa menjadi remaja yang sudah berarti karena sudah menjadi bagian dari fenomena global, fenomena nasional yang mereka lihat dan mereka tonton di ruang digital,” katanya.
Baca juga: Digandeng Pemprov DKI, Jeje dan Bonge Citayam Disebut Minta Beasiswa