TEMPO.CO, Jakarta - Mafia tanah yang bersarang di Kantor BPN ternyata tak pandang bulu dalam mencari mangsa. Bahkan, program strategis Presiden Joko Widodo pun menjadi target pasar mereka.
Program andalan Presiden Jokowi yakni Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) menjadi sarana bagi para pegawai BPN untuk memperdagangkan sertifikat tanah.
Para pegawai BPN yang juga menjadi mafia tanah itu memanfaatkan program PTSL. "Sertifikat sebenarnya sudah jadi, tapi seolah-olah sudah diberikan kepada korban. Ada figur peran pengganti. Jadi apabila dicek administrasi sudah diserahkan kepada pemohon," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Hengki Haryadi, Senin, 18 Juli 2022.
Setelah proses administrasi penyerahan selesai, para pelaku akan mengubah data identitas kepemilikan dan luas bidang tanah dari sertifikat tersebut. Korban mafia tanah ini adalah pemohon PTSL dan pemilik tanah yang lahannya diserobo."
Hari ini, Polda Metro Jaya menggelar konferensi pers pengungkapan mafia tanah. Ada 30 tersangka, 13 diantaranya adalah pegawai dan pejabat BPN. Operasi penangkapan mafia tanah ini telah berlangsung sejak sepekan lalu.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Hengki Haryadi mengatakan 30 orang tersangka itu berasal dari berbagai kalangan, mulai dari pegawai Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) hingga masyarakat umum.
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto melalukan konferensi pers kasus mafia tanah di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, pada Senin, 18 Juli 2022. TEMPO/Moh Khory Alfarizi
"Total tersangka 30 orang, 25 orang ditahan dan 5 tidak dilakukan penahanan," ujar Hengki dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, pada Senin, 18 Juli 2022.
Jumlah tersangka tersebut terdiri dari 13 orang tersangka merupakan pegawai kantor BPN (6 PTT dan 7 ASN); dua orang tersangka merupakan ASN pemerintahan; dua orang tersangka Kades; satu orang tersangka jasa Perbankan; dan 12 orang tersangka masyarakat sipil.
Hengki mengatakan, selain memanfaatkan PTSL program sertifikat andalan Presiden Jokowi, tiga modus lain mafia tanah di kantor BPN.
Tim penyidik dari Sub Direktorat Harta dan Benda Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menggeledah Kantor BPN Jakarta Selatan untuk mengungkap kasus mafia tanah oleh oknum pejabat, Kamis, 14 Juli 2022. Istimewa
Polisi menemukan empat modus baru yang dilakukan oleh sindikat pelaku mafia tanah di DKI Jakarta dan Bekasi.
"Kami menemukan empat modus baru yang dilakukan oleh mafia tanah," ujar Hengki dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, pada Senin, 18 Juli 2022.
Para pelaku merampas hak atas kepemilikan tanah milik korban pada tahapan penerbitan sertifikat. Hal itu melibatkan pegawai di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), khususnya di tingkat kantor wilayah DKI Jakarta dan Bekasi.
"Modus baru ini terjadi pada tataran penerbitan hak, sehingga memang apabila melihat dari pemberitaan, kami melakukan penindakan pada oknum-oknum kantor BPN," tutur Hengki.
Pertama, para pelaku bekerja sama dengan pegawai BPN mencari tanah yang sudah bersertifikat. Setelah itu, mereka menerbitkan akta jual beli (AJB) atau akta peralihan palsu atas tanah tersebut.
"Ini dijadikan dasar dalam mengajukan gugatan ke PTUN, untuk membatalkan sertifikat kepemilikan yang sudah ada," kata Hengki.
Kedua, para mafia tanah bekerja sama dengan pegawai pemerintah daerah mencari tanah-tanah yang belum diurus sertifikatnya. Setelah menemukan target sasaran, para pelaku bekerja sama membuat dokumen bukti kepemilikan tanah palsu sebagai pembanding atas dokumen yang dimiliki korban.
Lalu dibuat girik palsu, akta palsu, akta peralihan dan diajukan penerbitan sertifikat, yang terjadi penguasaan lahan secara tidak sah. Dalam modus tersebut, Hengki berujar, para pegawai BPN berperan membuat gambar ukur atau peta bidang palsu atas tanah yang belum bersertifikat tersebut.
Ketiga, mereka para mafia tanah memanfaatkan program PTSL, seperti yang sudah dijelaskan di awal.
Keempat mengakses secara ilegal data kepemilikan tanah yang tercatat di sistem Komputerisasi Kerja Pertanahan (KKP) Kementerian ATR/BPN. Jadi para tersangka menggunakan akses ilegal. Mereka dapat melakukan input data, melakukan otentikasi dan validasi perubahan data lahan.
"Ini masih kami lidik, karena banyak korban yang tidak sadar ternyata tanahnya sudah diambil alih oleh mafia tanah," tutur Hengki.
Komisaris Besar Hengki Haryadi mengatakan barang bukti yang disita dari pengungkapan mafia tanah ini adalah berbagai dokumen terkait pertanahan hingga printout cek plot peta. "30 orang itu merupakan tersangka untuk korban mafia tanah yang berjumlah 12 orang, termasuk Pemerintah Kota Jakarta Selatan," tutur Hengki.
Saat ini, Hengki mengatakan para tersangka dijerat dengan Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan rumah tanpa izin dan/atau Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dan/atau Pasal 266 KUHP tentang penyalahgunaan dokumen atau akta juncto Pasal 55 KUHP tentang turut serta melakukan kejahatan. "Sesuai dengan arahan Kapolda, akan dibentuk tim untuk disidik terkait dengan Tipikornya juga," ujar Hengki.
Baca juga: Pegawai BPN atau Mafia Tanah? Begini Cara Mereka Mempermainkan Sertifikat Tanah