TEMPO.CO, Jakarta - Jengkel terhadap okupansi ilegal yang terus terjadi di lahan PT. Perkebunan Nusantara atau PTPN di wilayah Puncak, penasihat hukum perusahaan peat merah ini akan segera melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi. PTPN menyatakan sudah sejak lama pihak okupan diberi kesempatan penyelesaian secara restorative justice tapi, malah melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan di pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN.
"Kami melihatnya di sini ada kerugian negara yang disebabkan oleh hukum, artinya dampak perbuatan ini pun akan bermuara ke ranah hukum. Itu kan lahan negara, masih dikuasai dan pajaknya juga masih dibayar negara dan artinya itu masih aset negara. Kok bisa dan ini jadi pertanyaannya," kata PH PTPN VIII, Ikbar Firdaus kepada Tempo. Sabtu, 6 Agustus 2022.
Ikbar menyebut karena ada dampak kerugian negara yakni hilangnya aset negara, maka ia akan segera membuat laporan kepada KPK untuk menindaklanjuti penyerobotan lahan milik negara itu. Alasannya, Ikbar mengatakan karena pihak okupan ilegal atau mafia tahan itu tidak bisa diajak musyawarah secara restorative justice.
"Tentu ini dampaknya akan lebar, saya rasa selain ada mafia tanah, dalam kasus ini pun ada makelar kasus alias markus yang menyebabkan negara rugi dan hilang asetnya. Untuk itu, kami akan bekerja sama dengan KPK untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam kasus ini. Tentu KPK lebih hafal perkara kerugian negara," kata Ikbar.
Dalam putusan PTUN yang memenangkan pihak okupan ilegal, Ikbar mengatakan produk hukum itu janggal. Sebab, menurut Ikbar, yang keliru dari pihak okupan ilegal bisa menguasai lahan berawal dengan cara menyerobot lahan PTPN. Lalu dialihkan garapan lahannya, setelah itu surat oper alihnya dijadikan dasar penguasaan fisik dan dasar untuk melakukan upaya hukum
"Menurut saya jelas hal hal tersebut merugikan keuangan negara dan masuk ranah tindak pidana korupsi. Terkait pihak-pihak yang turut terlibat pasti akan dimintai pertanggungjawaban karena ini bukan main-main nilai kerugian uang negaranya, amat fantastis hingga mencapai triliunan rupiah," ucap Ikbar.
Pantauan Tempo di lapangan, beberapa aset atau lahan milik negara meski sudah berdiri plang atas nama PTPN, namun berdiri lagi plang 'tandingan' yang mengatasnamakan pemilik lahan. Plang ini lengkap dengan hasil putusan PTUN yang menggugurkan sertifikat lahan milik PTPN di beberapa tempat di wilayah Desa Sukaresmi, Megamendung, Kabupaten Bogor.
Baca juga: Diduga Mafia Tanah, Pejabat BPN Kab Bogor Palsukan 105 Sertifikat