TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menyarankan percepatan pembangunan jaringan pipa air untuk menghentikan eksploitasi air tanah di Jakarta. Menurut Nirwono, jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat menghentikan eksploitasi air tanah, laju penurunan permukaan tanah Ibu Kota juga dapat ditekan.
Nirwono mengatakan, pembangunan jaringan pipa air minum harus jadi prioritas pemerintah, mulai dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), hingga Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta dan PAM Jaya.
Wilayah yang harus diprioritaskan untuk memperoleh sistem penyediaan air minum itu adalah Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur bagian utara dan Jakarta Pusat. Setelah jaringan pipa air telah mencakup wilayah tersebut, baru menyusul ke wilayah lain hingga ke Jakarta Selatan.
"Yang paling diutamakan adalah di permukiman padat penduduk dan kawasan komersial," kata Nirwono dalam diskusi daring yang digelar Pemprov DKI Jakarta, Senin, 8 Agustus 2022.
Setelah sistem penyediaan air minum telah mencakup semua wilayah, Pemprov DKI Jakarta mulai dapat menerapkan zona larangan pengambilan air tanah secara bertahap di semua zona dan semua wilayah Ibu Kota. Pelarangan bisa dilakukan per wilayah, baik Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, hingga Kepulauan Seribu.
Warga memikul air bursih dalam galon untuk di jual seharga Rp.2000/galon di Kampung Bandan, Jakarta, Senin (20/2). Saat ini kebutuhan air bersih masyarakat Jakarta yang mencapai 21.000 liter per detik belum mampu dipenuhi PAM Jaya yang tiap harinya hanya memproduksi sebanyak 18.000 liter per detik. Akibatnya, sebagian masyarakat membelinya dari pihak lain dan mengeksploitasi air tanah tanpa kontrol memadai. Tempo/Tony Hartawan
"Di antaranya zona gedung perkantoran, perhotelan, pusat perbelanjaan, hingga tingkat rumah tangga secara bertahap," ujarnya.
Sumber air baku perlu dilestarikan, mulai dari hutan lindung sebagai sumber mata air, pembenahan sungai dan perbaikan kualitas air sungai. Pemprov DKI juga disarankan revitalisasi situ, danau, embung serta waduk sebagai daerah tangkapan dan penampung air.
Penambahan luas ruang terbuka hijau (RTH) sebagai daerah resapan air juga perlu dilakukan. Pakar tata kota itu meminta restorasi kawasan pesisir dan reforestasi hutan mangrove atau pantai untuk menampung air bersih. "Mencegah abrasi pantai, meredam tsunami, mengendalikan banjir, rob dan mencegah ancaman tenggelam," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Perumda PAM Jaya Arief Nasrudin mengatakan penggunaan air tanah yang berlebihan telah mengancam ekologi di Jakarta.
"Pengambilan air tanah masih sangat besar di DKI Jakarta dan membuat banyak efek ekologi menjadi salah satu hal mengancam," kata Arief.
Jika eksploitasi air tanah berlangsung terus-menerus, diprediksi 90 persen wilayah Jakarta akan tenggelam pada 2050. "Terutama di bagian utara itu akan bisa tenggelam," ujarnya.
Solusinya adalah pemenuhan kebutuhan air minum melalui pipanisasi atau melarang penggunaan dan eksploitasi air tanah. PAM Jaya menargetkan 100 persen warga Jakarta dapat terlayani air pipa pada 2030.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Dukung Rencana DKI Stop Eksploitasi Air Tanah