TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Heru Hermawanto menjelaskan perluasan daratan di Kepulauan Seribu tak sama dengan reklamasi. Menurut dia, perluasan daratan tidak perlu menimbun tanah di perairan Kepulauan Seribu sebagaimana proses reklamasi dilakukan.
"Kalau reklamasi itu menutup daratannya, airnya dikasih daratan. Kalau ini (perluasan daratan) kan tidak," kata dia di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu, 21 September 2022.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah meneken Peraturan Gubernur DKI Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Jakarta pada 27 Juni 2022. Isi Pergub itu salah satunya mengatur tentang pemanfaatan ruang di Kepulauan Seribu.
Pemanfaatan ruang Kepulauan Seribu terdiri dari pemanfaatan ruang daratan pulau dan pemanfaatan ruang perairan pesisir. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menetapkan pemanfaatan ruang perairan pesisir paling sedikit memenuhi ketentuan 14 poin.
Salah satunya soal pengembangan pulau yang tertera pada Pasal 165 ayat 2 huruf l. "Pengembangan pulau dapat dilakukan perluasan daratan pulau di atas karang mati atau pulau pasir guna mencapai kelengkapan prasarana dan sarana penunjang," demikian bunyi Pergub Anies.
Heru mencontohkan perluasan daratan pulau di Kepulauan Seribu seperti membangun rumah apung. Sarana penunjang yang dapat dibangun di Kepulauan Seribu adalah cottage untuk kemudian disewakan. "Contoh di Maldives, bangunan di air," ucap dia.
Wisatawan turun dari perahu di dermaga Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu, Jakarta, 18 November 2017. Dikabarkan, jumlah kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu terus mengalami peningkatan. Meningkatnya jumlah wisawatan yang berkunjung otomatis akan mendorong peningkatan perekonomian bagi masyarakat. ANTARA FOTO/R. Rekotomo
Selama ini, menurut dia, Kepulauan Seribu tidak bisa berkembang sebagai daerah wisata. Sebab, regulasi lama tentang tata ruang Ibu Kota melarang pengembangan Kepulauan Seribu. "Karena tidak bisa diapa-apakan, aturannya melarang," terang Heru.
Anies Baswedan bilang tak ingkari janji kampanye tolak reklamasi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan tidak mengingkari janji kampanyenya tentang penolakan atas proyek pulau reklamasi terkait perluasan kawasan di pantai Acol.
Anies menyatakan proyek perluasan daratan di Ancol berbeda dengan proyek pembuatan 17 pulau reklamasi. "Sama sekali tidak mengingkari janji, justru ini menjadi pelengkap bahwa kita memang mengedepankan kepentingan umum, mengedepankan ketentuan hukum, mengedepankan keadilan sosial," ujar Anies dalam video di Youtube Pemprov DKI, Sabtu 11 Juli 2020.
Anies menyebutkan proyek 17 pulau reklamasi sudah dibatalkan untuk 13 pulau sesuai dengan janji kampanye, sedang empat pulau yang sudah terbentuk harus mengikuti semua ketentuan hukum dan memberikan manfaat bagi masyarakat. "Itu janji kita dan alhamdulillah itu sudah dilaksanakan. Jadi alhamdulillah itu sudah tuntas," ujarnya.
Sedangkan untuk proyek reklamasi Ancol, kata Anies, merupakan salah satu dari program pengendalian banjir, karena daratan yang sudah terbentuk seluar 20 hektare di Ancol merupakan hasil pengerukan lumpur di sungai dan waduk yang ditimbun di sana. Kata dia, terdapat 3,4 juta kubik lumpur hasil dari pengerukan sejak 2009.
Anies menyebutkan karena sudah ada daratan yang terbentuk, maka lahan tersebut harus ada pemanfaatannya terutama untuk kepentingan publik. Dia kemudian menerbitkan Keputusan Gubernur nomor 237 tahun 2020 tentang pemberian izin kepada Ancol dan Dufan untuk perluasan kawasan 155 hektare sebagai dasar hukum untuk pemanfaatan lahan yang sudah terbentuk 20 hektare di pantai Ancol itu.
Anies menyatakan bahwa program perluasan kawasan Ancol itu berbeda dengan proyek 17 pulau reklamasi, karena sudah berdasarkan aturan hukum yang berlaku dan untuk kepentingan publik. Selain itu kata dia lokasi proyek itu berada di kawasan Ancol sehingga tidak akan merugikan para nelayan.
Menurut Anies Baswedan, sedangkan proyek 17 pulau reklamasi sebelumnya untuk komersil dan berpotensi menyebabkan banjir karena ada yang berhadapan dengan hilir sungai serta bermasalah secara hukum. "Jadi masalahnya bukan soal reklamasi atau tidak reklamasi, masalahnya kepentingan umumnya di mana keadilan sosialnya di mana, ketentuan hukum bagaimana," ujarnya.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.