TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia berdemonstrasi menolak kenaikan harga BBM di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada Selasa, 27 September 2022.
Dalam aksi hari ini, para mahasiswa menuntut:
1. Mengoreksi model pembangunan PSN yang tidak berpihak kepada rakyat;
2. Menghentikan kriminalisasi terhadap petani, nelayan, masyarakat adat, dan aktivis agraria;
3. Menuntut pemerintah melaksanakan reforma agraria dan menyelesaikan konflik agraria struktural;
4. Menuntut DPR dan Pemerintah untuk mencabut UU yang mempermudah perampasan tanah dan kriminalisasi rakyat;
5. Menuntut dan mendesak pemerintah untuk mencabut keputusan terkait kenaikan harga BBM.
BEM SI menilai kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak pada biaya input produksi, biaya operasional produksi, biaya panen dan pasca panen.
"Dengan naiknya harga BBM, harga input produksi seperti pupuk, benih dan pestisida juga mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan kenaikan BBM juga meningkatkan biaya produksi pada industri tersebut," tulis BEM SI seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya.
Kenaikan harga BBM bersubsidi, katanya, meningkatkan biaya pengairan sawah serta biaya untuk membajak. Karena petani membajak sawah menggunakan traktor yang menggunakan BBM.
"Jika BBM nya naik maka biaya BBM untuk pengairannya juga meningkat. Pun juga dengan biaya olah tanah yang menggunakan tractor, biaya membeli BBM nya meningkat," tulis BEM SI.
BEM SI juga mengatakan bahwa kenaikan BBM akan meningkatkan biaya distribusi hasil panen.
Setelah panen selesai, hasil panen biasanya akan diangkut dari lahan ke gudang penyimpanan. "Nah, proses pengangkutan baik itu menggunakan jasa logistik atau menggunakan mobil sendiri tetap membutuhkan BBM yang harganya sudah naik tadi," tulis BEM SI dalam pernyataannya.
MUHSIN SABILILLAH
Baca juga: Massa Buruh dan Petani Geruduk DPR Tuntut Pelaksanaan Reforma Agraria