TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membahas soal politik identitas di hadapan ratusan anak muda, generasi milenial,dan generasi Z pada acara Indonesia Millennial and Gen Z Summit (IMGS) 2022.
“Semua harus stick pada aturan, ikut pada ketentuan karena dalam proses kampanye atau pemilu itu ada seluruh ketentuannya. Di dalam kenyataannya ketika kampanye itu ada unsur emosi, ada unsur programatik,” kata dia di Jakarta Selatan, Jumat, 30 September 2022.
Soal politik identitas, kata Anies, terdapat unsur emosi yang mencerminkan kontestasi. “Kalau calonnya adalah satu laki satu perempuan, maka isu gender akan dominan disitu. Kalau calonnya adalah satu dari Jawa, satu dari Sunda, maka isu etnis akan dominan disitu. Kalau calonnya beda agama, maka isu agama akan muncul,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia menilai bahwa kontestasi polarisasi emosi sangat tergantung kepada sosok yang ikut dalam pemilu dan politik identitas, kata dia, tidak melulu soal agama.
“Kalau calonnya satu laki satu perempuan, isu gender dominan. Kalau calonnya beda suku muncul isu suku, beda agama muncul isu agama,” ujar Anies.
Menurut orang nomor satu di DKI Jakarta itu, anak muda, generasi milenial maupun generasi Z harus bisa membedakan hal tersebut karena itu merupakan aspek emosional.
“Lalu ada aspek program yang biasanya kita sandingkan. Jadi saya melihat kita perlu makin hari makin mendorong kita semua untuk melihat satu rekam rejak dari siapapun yang berada di dalam lapangan pertandingan (pemilu),” kata Anies.
Sebab, kata Anies, pada masa kampanye masing-masing pihak akan menonjolkan kekuatannya dan akan melabelkan, mencap, membangun opini negatif terhadap lawannya.
“Itu dua-duanya terjadi dan ketika proses kampanye itu, publik perlu dirangsang dari sekarang. Mari kita bersiap untuk melihat rekam jejak, untuk melihat apa yang sudah dikaryakan, apa yang sudah dihasilkan,” kata dia.
Selain unsur emosional, politik identitas juga menonjolkan aspek programatik atau karya, prestasi yang dimiliki peserta pemilu di masa kampanya.
“Kedua biasanya dalam proses pemilu itu kalau menang, maka dia akan melihat aspek programatik yang ditonjolkan. Bagi yang tidak menang, dia akan mengatakan kemarin aspek emosional yang membuatnya menang. Itu normal, yang kalah pasti akan bilang kami kalah karena faktor emosional, apakah gender, apakah suku, apakah agama. Pihak yang kalah bilang begitu,” kata dia.
Hal terpenting, kata dia, adalah ketika memasuki proses pemilu, pemilih harus sadar bahwa pasti akan terjadi yang namanya polarisasi. Polarisasi terjadi antar dua kubu, tiga kubu, empat kubu.
“Dan kita tidak perlu khawatir dengan proses itu karena ini adalah nature nya proses pemilihan,” ujar Anies Baswedan.
MUTIA YUANTISYA
Baca juga: Anies Baswedan Bicara Panjang Demokrasi, Singgung Ancaman, Intimidasi, dan Pilpres